ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia berambisi untuk menjadi salah satu negara produsen gas utama di dunia.
Untuk mencapai itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menargetkan produksi gas nasional mencapai 12.300 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd) di 2030.
Hal tersebut mengimbangi target produksi satu juta barel minyak per hari (bph) yang juga dibuat oleh SKK Migas.
Berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), produksi gas di Indonesia diperkirakan akan terus turun lantaran adanya laju penurunan produksi (decline rate) alamiah sebesar 20 per per tahun. Namun, selama 2015-2019, SKK Migas mampu mempertahankan produksi gas di atas target RUEN tersebut. Pada tahun lalu, produksi gas tercatat sebesar 7.254 mmscfd dan lifting 5.923 mmscfd.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto optimistis produksi gas nasional akan terus meningkat menyusul adanya penemuan cadangan gas di Blok Sakakemang dan rampungnya revisi rencana pengembangan (plan of development/POD) Blok Masela pada tahun lalu.
“Selesainya Proyek Kilang Masela dan proyek utama hulu migas, serta penemuan lapangan migas baru lainnya akan menjadikan Indonesia kembali menjadi salah satu produsen gas utama dunia,” ujar Dwi melalui keterangan tertulisnya yang diterima Jumat (6/3/2020).
Guna mencapai target peningkatan tersebut, SKK Migas memiliki empat strategi di antaranya mempertahankan tingkat produksi existing yang tinggi, transformasi sumberdaya ke produksi, mempercepat pengurasan minyak tahap lanjut (enhanced oil recovery/EOR), dan eksplorasi untuk menemukan cadangan migas besar.
Saat ini, SKK Migas telah mengidentifikasi 12 area yang berpotensi memiliki kandungan migas dalam jumlah yang besar.
“Dengan rincian enam area di Indonesia bagian barat, empat area di Indonesia bagian timur, dan dua area di laut dalam,” ujar Dwi.
Mengacu data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), akan ada tambahan pasokan gas sebesar 3.806 mmscfd pada 2021-2017, yakni gas pipa 1.898 mmscfd dan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) 1.907 mmscfd. Pasokan gas ini berasal dari Proyek Jambaran-Tiung Biru 192 mmscfd di 2021 dan Blok Koridor dan Jabung 400 mmscfd di 2022.
Pada 2023, tambahan gas akan masuk dari Blok Sakakemang 300 mmscfd, Cendana dan Alas Tua 60 mmscfd, Blok Kasuri 197 mmscfd, dan Proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) 100 mmscfd. Selanjutnya, proyek lain yang berkontribusi menggenjot produksi gas Indonesia adalah Blok Nunukan 90 mmscfd di 2024, Blok Natuna 230 mmscfd di 2025 dan 2028, Kilang Tangguh Train-3 725 mmscfd di 2022 dan 2026, dan Blok Masela 1.512 mmscfd di 2027.
Menurut Dwi, penyelesaian proyek utama hulu migas dan Mega Proyek Masela akan membuat Indonesia kembali menjadi salah satu produsen utama LNG dunia. Indonesia telah menjadi eksportir LNG terbesar di dunia sejak 1977.
Namun, seiring dengan turunnya produksi gas nasional dan kebijakan pemerintah untuk memprioritaskan pemanfaatan gas domestik, maka kontribusi Indonesia di pasar LNG terus berkurang.
“Ini dapat meningkatkan kontribusi hulu migas pada peningkatan pasokan untuk industri nasional maupun memasok kebutuhan LNG dunia, sehingga akan semakin meningkatkan devisa negara,” tutur mantan Dirut Pertamina ini.
Meski demikian, lanjut Dwi, produksi gas nasional ini tidak akan seluruhnya diekspor setelah melonjak tajam.
“Ini mendukung Pemerintah dalam meningkatkan daya saing industri dalam negeri dengan ketersediaan pasokan gas,” tandasnya. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post