ASIATODAY.ID, BANGKOK – Pasca gerakan demonstrasi besar-besaran menuntut reformasi di Thailand, sejumlah aktivis pro-demokrasi kini jadi target aparat.
Pasalnya, Kepolisian Metropolitan Bangkok menyatakan sedang mempersiapkan berbagai sangkaan untuk menjerat 16 pemimpin demonstrasi anti-pemerintahThailand yang digelar akhir pekan lalu tersebut.
Melansir Bangkok Post, Selasa (22/9/2020), wakil komisaris Kepolisian Bangkok, Mayor Jenderal Sukhun Prommayon mengatakan bahwa sangkaan akan diajukan terhadap 16 aktivis, yang berada dalam tiga kelompok.
Kelompok pertama adalah orang-orang yang mengorganisir demonstrasi tanpa mendapatkan izin.
Kelompok kedua terdiri dari orang-orang yang mengundang orang lain untuk mengikuti unjuk rasa melalui semua jalur.
Kelompok ketiga, orang-orang yang berbicara dari podium saat demonstrasi.
Polisi telah menyadur naskah pidato mereka, dan materinya dinilai tidak pantas.
Selain menyiapkan tuduhan tersebut, polisi juga akan mengambil tindakan hukum terhadap para demonstran yang memasang plakat pro-demokrasi di lahan di Sanam Luang pada Minggu (20/9) pekan lalu.
Pengaduan juga diketahui telah dilayangkan oleh Departemen Seni Rupa Thailand. Dalam pengaduan itu, para demonstran dinilai melanggar Undang-Undang Monumen Kuno, Barang Antik dan Museum Nasional, yang melarang perubahan apa pun pada area warisan.
Aksi yang digelar Sabtu (19/9) sore waktu setempat dimulai dengan jalan kaki.
Aksi kali ini dipelopori oleh ribuan mahasiswa, menuntut Perdana Menteri Prayuth Chan-O-Cha mengundurkan diri dan menuntut reformasi kerajaan.
“Kami berjuang untuk lebih banyak demokrasi. Rencananya bukan untuk menghancurkan monarki, tetapi untuk memodernisasi, menyesuaikannya dengan masyarakat kita,” kata Panusaya Sithara Wattanakul, aktivis mahasiswa terkemuka.
Aksi massa dilaporkan dimulai di Universitas Thammasat, sebelum pindah ke lapangan Sanam Luang yang terletak di depan istana kerajaan.
Demonstrasi itu diperkirakan menjadi yang terbesar sejak kudeta 2014, dimana aktivis dari kalangan mahasiswa mengharapkan kehadiran lebih dari 50 ribu pendukung.
Pada Minggu, para pengunjuk rasa menempelkan plakat di lapangan Sanam Luang. Plakat yang ditempel menyatakan bahwa negara adalah milik rakyat, bukan milik Raja Thailand.
Plakat itu ditanam di dalam sebuah lubang yang telah dibuat sebelumnya, tak lama setelah matahari terbit. Namun, belum satu hari, pada Senin (21/9) plakat tersebut telah raib. (ATN)
Discussion about this post