ASIATODAY.ID, JAKARTA – PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menggandeng perusahaan China, Zhejiang Huayou Cobalt Company Limited (Huayou) untuk membangun fasilitas pengolahan (smelter) Nikel High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Kedua pihak telah menandatangani Perjanjian Kerangka Kerjasama (Framework Cooperation Agreement/FCA) pada Rabu (27/4/2022) di Jakarta.
Adapun FCA Proyek HPAL Pomalaa ditandatangani oleh Febriany Eddy dan Bernardus Irmanto, masing-masing sebagai CEO dan CFO PT Vale dan Xuehua Chen, Pimpinan Huayou. Penandatanganan tersebut juga disaksikan oleh Deshnee Naidoo sebagai Presiden Komisaris PT Vale yang berpartisipasi secara virtual.
Para pihak pada prinsipnya telah menyepakati hal-hal pokok yang terkait dengan Proyek HPAL Pomalaa, yang meliputi:
Pertama, Huayou akan membangun dan melaksanakan Proyek HPAL Pomalaa, dan PT Vale akan memiliki hak untuk mengakuisisi hingga 30% saham Proyek HPAL Pomalaa tersebut.
Kedua, proyek HPAL Pomalaa akan mengadopsi dan menerapkan proses, teknologi dan konfigurasi HPAL Huayou yang telah teruji untuk memproses bijih limonit dan bijih saprolit kadar rendah dari tambang PT Vale di Pomalaa, untuk menghasilkan Produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan potensi kapasitas produksi hingga mencapai 120.000 metrik ton nikel per tahun.
Ketiga, kedua perusahaan akan bekerjasama untuk meminimalkan jejak karbon proyek dan selanjutnya Para Pihak sepakat untuk tidak menggunakan pembangkit listrik tenaga batubara captive sebagai sumber listrik dalam bentuk apapun untuk pengoperasian Proyek HPAL Pomalaa.
Para Pihak akan menandatangani perjanjian-perjanjian definitif tidak lebih dari jangka waktu enam bulan setelah penandatanganan FCA ini.
Beberapa konstruksi yang telah dimulai melalui kegiatan pendahuluan yang dilakukan PT Vale akan tetap berjalan bahkan dipercepat dengan adanya kesepakatan ini dengan tujuan untuk menyelesaikan pembangunan dalam periode tiga tahun.
“Kami menghargai bahwa mitra kami datang dengan agenda rendah karbon, bukan untuk menggunakan pembangkit listrik tenaga batu bara. FCA ini merupakan bukti keselarasan komitmen keberlanjutan kami yang sangat penting bagi PT Vale. Huayou telah membuktikan rekam jejaknya dalam konstruksi dan operasi HPAL di Indonesia. Kami yakin bahwa kedua pihak dapat menjadi pelengkap yang baik satu sama lain,” ungkap CEO dan CFO PT Vale, Febriany Eddy, dikutip Kamis (28/4/2022).
Sementara itu, Pimpinan Huayou, Deshnee Naidoo menambahkan bahwa penandatanganan FCA itu merupakan tonggak penting yang mencerminkan komitmen jangka panjang untuk mengembangkan sumber daya nikel Indonesia yang berkelas dunia.
Pasalnya, PT Vale terus berkomitmen untuk memperluas operasi di Indonesia dan mendukung masa depan negeri yang berkelanjutan sebagai perusahaan pertambangan yang terpercaya dan bertanggung jawab, menciptakan nilai dan peluang pada masyarakat.
Sebelumnya, perusahaan Jepang, Sumitomo Metal Mining Co Ltd (SMM) memutuskan untuk keluar dari proyek fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel milik PT Vale Indonesia Tbk (INCO) di Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Keputusan Sumitomo itu dipertegas dengan menghentikan studi kelayakan (feasibility study) proyek yang akan menghasilkan produk untuk bahan baku baterai kendaraan listrik tersebut.
“President & Representative Director SMM Akira Nozaki telah memutuskan untuk tidak melanjutkan studi kelayakan pada pembangunan smelter nikel di Pomalaa, Kabupaten Kolala di Sulawesi Tenggara,” tulis manajemen SMM dalam keterangan resmi, Senin (25/4/2022).
Vale Indonesia telah berupaya untuk mencari alternatif untuk melanjutkan proyek tersebut, tetapi SMM tidak bisa melanjutkan negosiasi dengan INCO.
“Karena sulit untuk mempertahankan proyek studi kelayakan ini baik secara internal maupun eksternal, dan tidak adanya prospek untuk kemajuan di masa mendatang, Sumitomo tidak memiliki pilihan selain menghentikan studi ini,” ungkap manajemen SMM.
Manajemen Sumitomo mengakui bahwa proyek smelter nikel Pomalaa merupakan inti dari strategi SMM untuk mengamankan sumberdaya nikel dalam mencapai visi jangka panjang, yakni produksi 150 ribu ton nikel per tahunnya.
Smelter nikel Pomalaa juga diposisikan sebagai proyek besar untuk mendongkrak nilai perusahaan dalam rencana bisnis tiga tahun yang diumumkan pada tahun lalu.
“Meski kami menyesalkan hasil ini, kami akan melanjutkan upaya untuk mengamankan sumber daya nikel dalam rangka memperkuat rantai nilai tiga bisnis SMM, yakni sumber daya mineral, peleburan, dan pemurnian material. Kami juga akan tetap memastikan pasokan nikel yang stabil sesuai rencana bisnis tiga tahunan yang telah dijabarkan sebelumnya,” jelas manajemen SMM. (ATN)
Discussion about this post