ASIATODAY.ID, JAYAPURA – Pertumbuhan ekonomi Papua diproyeksi mengalami kontraksi sebesar 14,3-13,9 persen pada 2019 dibandingkan 2018 sebesar 7,33 persen secara year on year (yoy). Hal ini berkaca pada dinamika perekonomian yang telah terjadi sepanjang 2019 dan mempertimbangkan beberapa faktor yang potensi memberikan pengaruh pada perekonomian Papua.
“Secara umum kontraksi ekonomi Papua pada 2019 dipicu oleh penurunan produksi tambang secara signifikan akibat transisi pertambangan terbuka Gransberg di Kabupaten Mimika ke tambang bawah tanah. Di samping itu, kondisi cuaca yang kurang stabil menyebabkan produksi pertanian mengalami penurunan,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Naek Tigor Sinaga, melalui keterangan tertulisnya, Jumat (6/12/ 2019).
Dikatakan, perkembangan inflasi Papua pada 2019 diperkirakan lebih rendah dibandingkan 2018. Inflasi Papua di 2019 diperkirakan berkisar 1,4-1,8 persen (yoy). Tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan, kelompok perumahan, air, listrik gas, dan bahan bakar diperkirakan akan menjadi penyumbang utama inflasi pada 2019. Secara umum penurunan inflasi pada 2019 disebabkan oleh base affect inflasi bahan makanan dan transport yang mengalami inflasi yang tinggi pada 2018.
“Untuk mengatasinya, maka sinergi, transportasi, dan inovasi adalah tiga kata kunci yang paling tepat dalam memperkuat ketahanan dan pertumbuhan ekonomi menuju Indonesia maju ke depan,” imbuhnya.
Menurut Naek, sinergi bauran kebijakan makroekonomi dan sistem keuangan antara pemerintah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan perlu diperkuat untuk ketahanan ekonomi nasional. Bauran kebijakan makroekonomi dan sistem keuangan diprioritaskan untuk stabilitas, dengan tetap mencari terbukanya ruang untuk turut mendorong momentum pertumbuhan.
“Transportasi ekonomi kita tingkatkan agar pertumbuhan lebih tinggi. Sumber-sumber pertumbuhan dari dalam negeri harus terus kita kembangkan dan ekspor perlu terus kita dorong dengan mempercepat hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing berbagai komoditas sumber daya alam,” paparnya.
Ia memandang, inovasi dalam ekonomi dan keuangan digital, perlu dikembangkan. Pesatnya arus digitalisasi memberikan peluang bagi Indonesia untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan inklusif. Inovasi digital mampu memperkuat keterhubungan antara agen ekonomi, dari yang terkecil hingga terbesar, dari konsumen Individual, UMKM, hingga korporasi besar.
“Stance kebijakan Moneter Akomodatif Berlanjut pada 2020. Pelanggaran kebijakan moneter pada 2019 ditempuh melalui penurunan suku bunga maupun injeksi di likuiditas ke perbankan. Sejak Juli 2019 kami telah menurunkan suku bunga bank Indonesia sebanyak empat kali sebesar 100 bps menjadi 5,0 persen,” urainya.
Untuk itu, dengan kondisi perekonomian global yang belum kondusif bauran kebijakan Bank Indonesia yang telah ditempuh pada 2019 akan semakin diperkuat pada 2020.
“Ketahanan ekonomi nasional perlu terus diperkuat dalam menghadapi risiko dampak keterlambatan ekonomi global. Karenanya, kebijakan moneter akan tetap difokuskan pada stabilitas, khususnya pengendalian inflasi sesuai sasaran dan stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya,” tandasnya. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post