ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia kini dalam kondisi darurat limbah medis.
Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati, pandemi Covid-19 telah menyebabkan kenaikan volume limbah medis sekitar 30-50 persen.
Hingga 15 Oktober 2020, KLHK mencatat total limbah infeksius Covid-19 mencapai 1.662,75 ton.
“Terjadi kenaikan volume limbah medis antara 30 sampai 50 persen. Berdasarkan laporan dari 34 provinsi di Indonesia, sampai 15 Oktober 2020, tercatat ada 1.662,75 ton limbah Covid-19,” kata Vivien di forum Seruan Nasional Akselerasi Penanganan Limbah Medis, yang dimonitotor secara virtual dari Jakarta, Jumat (13/11/2020).
Dengan fakta tersebut kata dia, maka penanganan limbah medis terutama di saat pandemi Covid-19 harus dilakukan dengan lebih serius, karena limbah medis Covid-19 masuk dalam kategori infeksius dan bisa menjadi mata rantai penularan penyakit tersebut.
Vivien menerangkan limbah yang dihasilkan dari perawatan Covid-19 masuk dalam kategori B3 yang pengelolaannya harus dari hulu ke hilir dengan pengelolaan spesifik dan tercatat dari pembuatan sampai akhirnya dimusnahkan.
KLHK telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri LHK tentang Pengelolaan Limbah Infeksius dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Covid-19 sejak awal kasus Covid-19 ditemukan di Indonesia pada Maret 2020.
Pada kesempatan yang sama, Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan dr Kirana Pritasari menyatakan dukungan dari semua sektor diperlukan dalam penanganan limbah medis, sebab saat peningkatan limbah medis secara signifikan akibat pandemi menimbulkan tantangan dalam penanganannya.
Beberapa masalah itu, antara lain kesenjangan antara kapasitas pengolahan dan timbunan limbah yang muncul, distribusi fasilitas pengolahan, koordinasi antara instansi dan peran pemerintah daerah serta isu mengenai pembiayaan.
“Peningkatan kapasitas pengolahan belum dapat menjawab tantangan yang ada tanpa distribusi yang merata di seluruh Indonesia. Akselerasi pengolahan limbah medis dapat berhasil manakala semua instansi terkait dan pemangku kepentingan berkoordinasi sesuai dengan kewenangan masing-masing,” jelas dr Kirana
Sementara itu, Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto berpesan agar semua pemangku kepentingan turun tangan mengatasi hal ini.
“Saya mengajak dan menyerukan semua pemangku kepentingan, terutama yang berada pada jajaran kesehatan di seluruh Indonesia dan sektor lainnya, untuk mendorong penerapan pengelolaan limbah medis sesuai persyaratan,” imbuhnya.
Hal itu untuk mencegah penyebaran Covid-19 dan penyakit menular lainnya, serta dampak bahan berbahaya dan beracun bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Terawan menyerukan agar pemerintah, baik pusat dan daerah, memastikan semua fasilitas pelayanan kesehatan menyediakan sarana prasarana dan peralatan seusai standar, seusai kemampuan, agar pengelolaan limbah medis dapat terselenggara dengan baik dan benar.
“Berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan seperti kementerian dan lembaga, swasta, lembaga nonpemerintah, fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, untuk bersama melakukan pembinaan dan pengawasan secara berkesinambungan sesuai kewenangan masing-masing,” tegasnya.
Pemerintah provinsi, kabupaten dan kota juga diminta berupaya mengembangkan pengelolaan limbah medis sesuai kemampuan dan kearifan lokal dan kondisi daerah dengan kewenangan masing-masing agar dapat penanganan limbah medis bisa lebih efektif dan efisien.
“Pengelolaan limbah medis yang cepat, tepat, dekat, dan akurat dapat melindungi manusia dan lingkungan dari bahaya penyakit dan pencemaran,” imbuhnya.
Berdasarkan data Kemenkes, dari 2.925 rumah sakit (RS) dan 10.134 puskesmas, hanya 118 RS yang punya alat pengolah limbah. Adapun, perusahaan pengolah limbah medis berizin hanya ada 17, dan hanya ada di pulau Jawa.
Dengan demikian, artinya limbah medis di luar Pulau Jawa tak tertangani lantaran akan makan banyak biaya untuk diantar ke Pulau Jawa.
Tak Bisa Sembarangan
Sementara itu, Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengajak seluruh pemangku kepentingan dalam jajaran penanganan Covid-19 untuk mengelola limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) di tengah pandemi.
“Pertama, mendorong penerapan praktek pengelolaan limbah medis sesuai dengan persyaratan agar mencegah penyebaran Covid-19 dan penyakit menular lainnya serta dampak bahan berbahaya dan beracun bagi kesehatan manusia juga lingkungan,” ujarnya dikutip dari YouTube Kementerian Kesehatan, Jumat (13/11/2020).
Kedua, para pemangku kepentingan juga diharapkan mendukung pengelolaan limbah medis yang aman bagi manusia dan lingkungan.
Doni menuturkan cara yang dapat dilakukan ialah dengan pengaturan dan pembinaan yang konstruktif dalam pengelolaan limbah medis, khususnya selama pandemi Covid-19.
Doni juga mengajak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan secara berkesinambungan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
“Terakhir, agar semua pihak yang berwenang, harus memastikan pengelolaan limbah medis yang cepat, dekat, tepat, dan akurat, sehingga dapat melindungi manusia dan lingkungan dari bahaya penyakit dan pencemaran,” ujarnya. (ATN)
Discussion about this post