ASIATODAY.ID, JAKARTA – Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mendesak pemerintah agar meninjau kembali kebijakan percepatan larangan ekspor bijih nikel. Pasalnya, kebijakan itu mengancam kelangsungan hidup banyak orang, utamanya para pekerja.
“Apabila ini tidak diperhatikan dengan baik oleh pemerintah, maka sudah dapat dipastikan akan banyak terjadi pengangguran karena akan banyak tambang nikel dan batu bara yang tutup,” ujar Wakil Bendahara Umum (Wabendum) HIPMI, Mardani H. Maming melalui keterangannya, Kamis (12/9/2019).
Menurut Mardani, keputusan itu sebaiknya dipertimbangkan kembali mengingat harga batubara juga saat ini semakin menurun. Pemakaian batubara di China juga merosot.
Mantan bupati Tanah Bumbu (Tanbu) Kalimantan Selatan tersebut menekankan bahwa larangan ekspor nikel juga akan berdampak terhadap nilai dolar yang semakin tinggi. Sebab, semakin sedikitnya komoditas ekspor Indonesia ke luar negeri.
“Mungkin perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut dengan tim ekonomi dan menteri ESDM,” tambahnya.
Karena itu, Maming berharap bahwa aspirasi para pengusaha ini dapat didengar oleh menteri ESDM.
“Semoga ke depannya menteri ESDM bisa menyerap aspirasi kami dan mengadakan sebuah diskusi dengan mengundang anggota HIPMI dan para pengusaha nikel, pengusaha tambang dan batubara, untuk duduk bersama dan mencari jalan keluar yang terbaik bagi masa depan Indonesia,” tandasnya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan aturan larangan ekspor nikel per Januari 2020. Larangan ini lebih cepat dari ketentuan sebelumnya tahun 2022.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot beralasan, cadangan sudah mulai menipis, dan nikel kadar rendah sudah dapat diolah oleh negara untuk bahan baku baterai mobil listrik. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post