ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kebijakan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mengubah ketentuan impor barang kiriman melalui perdagangan elektronik atau e-commerce dinilai menjawab ekspektasi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang menjual atau memproduksi produk lokal.
Menurut Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun, batas ambang bawah bea masuk barang impor yang dinaikkan dari sebelumnya USD75 setara Rp1.050.000 menjadi USD3 setara Rp42 ribu per kiriman akan membuat persaingan harga dengan produk domestik menjadi sedikit seimbang.
“Langkah pemerintah melindungi produk lokal sangat tepat. Kebijakan ini angin segar bagi pelaku atau industri UMKM di Indonesia. Sebelumnya USD75 sekarang turun menjadi USD3 artinya barang impor dikenakan bea masuk kalau di atas USD3,” terang Ikhsan melalui keterangan tertulisnya Selasa (24/12/2019).
Ikhsan memandang, implementasi kebijakan ini perlu dilakukan secara serius di tengah kecenderungan masyarakat yang memilih produk impor semakin tinggi melalui e-commerce. Permintaan besar itu pun mesti diantisipasi terutama pada para importir yang melakukan siasat memasukkan barang.
“Tidak bisa dipungkiri kebijkan USD75 ini tidak berpihak kepada UMKM dan sekarang kebijakan USD3 berpihak kepada UMKM, tapi harus juga disisir, ini kan Bea Cukai artinya menangani barang selundupan harus diperketat,” tegasnya.
Berdasarkan data Ditjen Bea Cukai, kegiatan e-commerce melalui barang kiriman di Indonesia mencapai 49,69 juta paket pada 2019. Angka ini meningkat tajam dari sebelumnya yang hanya sebesar 19,57 juta paket pada 2018 dan 6,1 juta paket pada 2017.
Ikhsan menilai, peningkatan jumlah paket yang masuk lantaran mudahnya memecah barang impor agar tidak kena pajak. Selain itu, ketentuan bea masuk di Indonesia belum menerapkan batas akumulasi impor secara tahunan sehingga bisa dilakukan berkali-kali.
“Bayangkan peningkatannya 800 kali, volumenya USD290 juta pada 2017 sedangkan 2019 sudah mencapai USD673,87 juta, mayoritas paket yang masuk ini harga-harga yang bernilai sekitar Rp1 juta, berarti kan dia enggak kena pajak,” paparnya.
Sehari sebelumnya, Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi merilis penyesuaian de minimis value sebesar USD3 dengan mempertimbangkan nilai impor yang sering di-declare dalam pemberitahuan impor barang kiriman sebesar USD3,8 per Consigment Note (CN).
“Kementerian Keuangan melakukan penyesuaian nilai pembebasan (de minimis) atas barang kiriman dari sebelumnya USD75 menjadi USD3 per kiriman (consignment note) untuk bea masuk,” paparnya di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (23/12/2019).
Heru menjelaskan khusus untuk produk tas, sepatu, dan garmen tetap diberikan batas ambang bawah atau de minimis sampai dengan USD3. Hal ini demi menjawab keresahan sentra pengrajin tas dan sepatu yang banyak gulung tikar akibat produk Tiongkok.
Sementara kiriman barang di atas USD3 akan diberikan tarif normal (MFN) yaitu, bea masuk tas 15- 20 persen, sepatu 25-30 persen, produk tekstil 15-25 persen. Adapun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tetap 10 persen dan Pajak Penghasilan (PPh) 7,5-10 persen.
“Pemerintah juga memperhatikan masukan khusus yang disampaikan oleh pengrajin dan produsen barang-barang yang banyak digemari dan banjir dari luar negeri yang mengakibatkan produk mereka tidak laku seperti tas, sepatu, dan garmen,” terangnya.
Namun demikian, pungutan pajak dalam rangka impor masih diberlakukan normal atau tidak ada batas ambang bawah. Kebijakan ini juga akan diiringi dengan ketentuan impor barang e-commerce dengan menggandeng platform marketplace untuk bersinergi dengan bea cukai dalam rangka transparansi.
“Skema ini akan memungkinkan platform marketplace mengalirkan data transaksi e-commerce ke sistem Bea Cukai secara online sehingga mampu menghilangkan praktik under invoice dan mengurangi missdeclaration dalam pemberitahuan barang kiriman,” tutup Heru.
Pemerintah juga membuat rasionalisasi tarif dari semula total ± 27,5-37,5 persen (Bea Masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh 10 persen dengan NPWP atau PPh 20 persen tanpa NPWP) menjadi ± 17,5 persen (Bea Masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh nol persen). (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post