ASIATODAY.ID, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menginjeksi likuiditas di pasar uang dan perbankan hingga Rp583,5 triliun.
Dana tersebut disuntik melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder, penyediaan likuiditas perbankan melalui transaksi term-repo SBN, swap valas, serta penurunan giro wajib minimum (GWM) rupiah.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pihaknya akan terus memastikan kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan dalam mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional. Khususnya dalam rangka restrukturisasi kredit perbankan.
“Bahwa kebutuhan dana likuiditas oleh perbankan dalam memenuhi program restrukturisasi kredit adalah akan disediakan oleh BI melalui mekanisme operasi moneter yang selama ini berlangsung,” kata Perry melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (19/5/2020).
Perry menegaskan, jika bank-bank memerlukan likuiditas tambahan bisa datang ke BI.
Bank bisa melakukan term-repo atas SBN yang dimiliki kepada bank sentral baik untuk tenor satu minggu, tiga bulan, enam bulan, atau sampai dengan 12 bulan.
BI mencatat total SBN yang dimiliki oleh perbankan sampai dengan 14 Mei 2020 adalah Rp886 triliun. Namun begitu, ada kewajiban untuk rasio Penyangga Likuiditas Makro (PLM) sekitar enam persen dari total SBN yang dimiliki oleh bank.
“Dari Rp886 triliun itu, untuk kebutuhan likuiditas perbankan sendiri, itu sebesar SBN enam persen itu adalah Rp330,2 triliun. Sisanya, sebesar Rp563,6 triliun itu dapat direpokan ke BI,” jelasnya.
Perry mengungkapkan, saat ini baru sekitar Rp43,9 triliun SBN yang di-repokan oleh perbankan. Untuk itu, BI memberikan opsi jika bank membutuhkan likuiditas bisa datang ke BI yang membuka layanan operasi moneternya untuk perbankan setiap hari.
“Untuk kebutuhan likuiditas, dana likuiditas untuk restrukturisasi kredit UMKM bank-bank masih punya cukup banyak SBN untuk direpokan ke BI. Saya melihat, ini lebih dari cukup untuk memenuhi dana likuiditas untuk restrukturisasi kredit UMKM dan ultra mikro ini,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post