ASIATODAY.ID, JAKARTA – Untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi coronavirus (Covid-19), Bank Indonesia (BI) kembali menyuntik pasar keuangan domestik senilai Rp117,8 triliun melalui instrumen quantitative easing.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pelonggaran kebijakan moneter itu sekaligus menjaga stabilitas eksternal di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih relatif tinggi.
“Bank Indonesia akan meningkatkan pelonggaran moneter melalui instrumen kuantitas yang kita sering sebut quantitative easing,” katanya dalam video telekonferensi di Jakarta, yang dimonitotor Jumat (17/4/2020).
Adapun langkah quantitative easing yang dilakukan otoritas berupa ekspansi operasi moneter melalui penyediaan term-repo kepada bank-bank maupun korporasi dengan transaksi underlying Surat Utang Negara (SUN) dan/atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan tenor sampai dengan satu tahun.
Sementara suntikan likuiditas yang dilakukan BI melalui penurunan giro wajib minimum (GWM) rupiah masing-masing sebesar 200 bps untuk bank umum konvensional dan 50 bps untuk bank umum syariah/unit usaha syariah, mulai berlaku 1 Mei 2020. Penurunan GWM rupiah ini akan menambah likuiditas di perbankan sekitar Rp102 triliun.
Selanjutnya, tidak memberlakukan kewajiban tambahan giro untuk pemenuhan rasio intermediasi makroprudensial (RIM) baik terhadap bank umum konvensional maupun bank umum syariah/unit usaha syariah untuk periode satu tahun, mulai berlaku pada 1 Mei 2020. Ketentuan ini akan menambah likuiditas di perbankan sekitar Rp15,8 triliun.
“Sehingga dari penurunan GWM rupiah maupun juga tidak memberlakukan kewajiban giro rasio intermediasi makroprudensial akan kembali menambah injeksi likuiditas sekitar Rp102 triliun plus Rp15,8 triliun atau kurang lebih sekitar Rp117,8 triliun,” paparnya.
Menurut Perry, pelonggaran moneter yang dilakukan tersebut merupakan langkah lanjutan quantitative easing Bank Indonesia. Bank sentral juga sebelumnya telah melakukan langkah serupa dengan menyuntik likuiditas perbankan hampir Rp300 triliun.
“Itu menambah lagi injeksi likuiditas atau quantitative easing yang sudah kami lakukan sebesar hampir Rp300 triliun. Itu langkah kedua untuk quantitative easing lanjutan BI,” tandasnya.
Injeksi likuiditas ke perbankan hampir senilai Rp300 triliun itu telah dilakukan Bank Indonesia sejak awal tahun. Dana tersebut disuntikkan melalui pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder, penyediaan likuiditas ke perbankan melalui mekanisme term-repurchase agreement (repo), serta penurunan GWM.
Untuk pembelian SBN dari pasar sekunder, BI sudah merogoh kocek sebanyak Rp166 triliun. Sementara likuiditas perbankan repo yang disediakan setiap hari sudah lebih dari Rp56 triliun.
Likuiditas lainnya juga mengalir melalui gelontoran stimulus fiskal oleh pemerintah dalam bentuk program-program sosial, insentif industri, dan pemulihan ekonomi. Selanjutnya melalui relaksasi pengaturan mikroprudensial oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehingga mempermudah perbankan untuk pembiayan kepada pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan dunia usaha dalam rangka pemulihan ekonomi. (ATN)
Discussion about this post