ASIATODAY.ID, HONG KONG – Ratusan demonstran pro-demokrasi berkumpul di luar Konsulat Inggris di Hong Kong, Minggu 15 September 2019, untuk meminta dukungan kepada Britania Raya.
Sejumlah pengunjuk rasa meneriakkan “kami tidak akan menyerah,” mengibarkan bendera Union Jack dan juga menyanyikan lagu kebangsaan Inggris, God Save the Queen.
“Bela kebebasan, bela Hong Kong,” teriak sekelompok demonstran lainnya di sekitar Konsulat Inggris, seperti disiarkan media Guardian.
Terdapat pula pengunjuk rasa yang membawa spanduk bertuliskan SOS Hong Kong dan salah satu kutipan mantan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill. Kutipan itu adalah, “kami akan bertahan di tengah badai perang dan hidup lebih lama dari ancaman tirani. Tidak peduli jika harus menghabiskan waktu bertahun-tahun, tidak peduli jika harus berjuang seorang diri.”
Aksi di depan Konsulat Inggris digelar satu hari setelah sempat terjadi bentrokan antara massa pro-demokrasi dan pro-Tiongkok. Aksi pada Sabtu dan Minggu ini merupakan bagian dari gelombang protes di Hong Kong yang telah memasuki pekan ke-15.
Demonstran Hong Kong meminta Inggris untuk menekan Tiongkok menegakkan perjanjian “Satu Negara, Dua Sistem” yang disepakati saat penyerahan kota semi-otonom itu di tahun 1997. Para pedemo menilai sistem otonomi dan kebebasan di Hong Kong kini mulai terkikis pengaruh Tiongkok.
Sementara itu Joshua Wong, salah satu pemimpin gerakan pro-demokrasi Hong Kong, telah tiba di Amerika Serikat pada Jumat 13 September.
Ia berencana menggalang dukungan dari Presiden Donald Trump dan juga Kongres AS terkait situasi terkini di Hong Kong.
Wong tetap diizinkan bepergian ke luar negeri meski sempat ditahan terkait gerakan protes. Ia akan menghabiskan beberapa hari ke depan untuk bertemu sejumlah anggota kongres, pengacara hak asasi manusia dan mahasiswa di New York serta Washington.
“Saya datang ke sini untuk memastikan suara masyarakat Hong Kong dapat didengar komunitas internasional, tidak hanya di Hong Kong,” ujar Wong.
Gelombang protes di Hong Kong awalnya dipicu Rancangan Undang-Undang Ekstradisi. Unjuk rasa tetap berlanjut meski pemimpin Hong Kong Carrie Lam telah menarik sepenuhnya RUU Ekstradisi. Demonstran kini menyerukan penegakan demokrasi, yang dinilai sudah semakin terkikis oleh intervensi Tiongkok.
Hong Kong adalah bekas koloni Inggris, yang sudah dikembalikan ke Tiongkok pada 1997 di bawah sistem “Satu Negara, Dua Sistem.” Sistem tersebut menjamin otonomi Hong Kong. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post