ASIATODAY.ID, JAKARTA – Badan Intelijen Negara (BIN) Indonesia mengingatkan adanya ancaman global yang perlu diwaspadai pada tahun 2023 ini.
Potensi ancaman itu telah dideteksi sejak awal berdasarkan foresight intelijen, analisa big data BIN, dan counterpart intelijen dunia.
Menurut Kepala BIN Indonesia, Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan, pada sektor ekonomi, berdasarkan data intelijen, tahun 2023 ini merupakan tahun yang gelap dan penuh dengan ketidakpastian.
“Berdasarkan foresight (tinjauan masa depan) dari intelijen dunia, tahun 2023 ini akan menjadi tahun yang gelap dan penuh dengan ketidakpastian. Istilah intelijen disebut dengan winter is coming,” jelas Budi dikutip, Jumat (20/1/2023).
Untuk mitigasi ancaman ini, Budi Gunawan telah membeberkan situasi ini dalam Rapat Koordinasi Nasional Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah se-Indonesia di Sentul City, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
“Bahkan, ada yang menggambarkan tahun 2023 adalah tahun yang dihantui oleh ancaman resesi dan inflasi yang dampaknya akan berpengaruh sampai dengan ke daerah yang mengena dan dirasakan oleh ekonomi rumah tangga di sudut-sudut kota, di kabupaten hingga pelosok-pelosok desa,” jelasnya.
Setidaknya ada sejumlah ancaman yang perlu diwaspadai.
Pertama, perang Rusia dan Ukraina yang diprediksi masih akan berlangsung lama dan diperparah dengan munculnya potensi penggunaan senjata nuklir dalam skala yang terbatas.
Perang antara kedua negara tersebut telah mengganggu pasokan energi dan pangan dunia. Di samping itu, situasi konflik geopolitik China dan Taiwan di Selat Taiwan juga akan makin memprihatinkan karena akan mempengaruhi jalur logistik dunia.
“Akibatnya, banyak negara terpaksa harus menerapkan nasionalisme yang sempit atau langkah-langkah proteksionisme guna untuk mengamankan dan memenuhi kebutuhan dalam negerinya masing-masing,” ujar Budi.
Kedua, infrastruktur di negara-negara Eropa mulai banyak yang terbengkalai karena kekurangan biaya akibat inflasi. Budi mencontohkan Italia sedang mengalami krisis listrik dan kesulitan pangan.
“Sementara di beberapa negara Afrika ini sangat bergantung 90% impor akan gandum dari Rusia dan Ukraina. Oleh karenanya saat ini mereka sedang terancam kelaparan dan kemiskinan yang ekstrem,” kata Budi.
Khusus untuk Indonesia, dia menjelaskan ada pekerjaan rumah yang sangat besar di mana per Januari 2023, Indonesia akan menjadi negara net importir komoditas pangan khususnya gandum, kedelai, beras, daging, dan bawang putih.
“Oleh karenanya peran pemda ini memang sangat dibutuhkan guna mengatasi akan potensi terjadinya krisis pangan tersebut,” ujar Budi.
Ketiga, adanya krisis mata pencarian dan meningkatnya PHK serta angka pengangguran global yang diperparah pembiayaan anggaran negara dan perusahaan yang menjadi lebih kompleks dengan masuknya konsep ekonomi hijau atau ekonomi ramah lingkungan.
Budi mengatakan, sebagian besar pemda dan industri lokal belum familiar dan belum siap dengan skema dan business model ekonomi hijau.
“Jika kita salah dalam pengelolaan maka akan sangat berpotensi akan meningkatkan beban utang serta rentan terhadap perubahan teknologi,” urai Budi.
Keempat, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akibat tingginya inflasi global. Hal ini menyebabkan tingginya beban impor yang berdampak pada industri nasional, meningkatnya pengangguran serta menurunnya daya beli masyarakat.
Walaupun Indonesia diprediksi tidak akan terkendala resesi, Budi mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 diperkirakan hanya tumbuh di kisaran 4,7%-5,3%.
“Dari hasil foresight intelijen dunia menunjukkan bahwa akan terjadi ketimpangan wilayah dan antarkelompok masyarakat di satu daerah yang semakin tinggi. Sehingga hal tersebut berpotensi mengurangi pertumbuhan di daerah kurang lebih 1,2%,” kata Budi. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post