ASIATODAY.ID, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mengucurkan dana senilai Rp168,2 triliun untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Langkah tersebut dilakukan sejak awal tahun agar rupiah bergerak sesuai dengan fundamentalnya.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, dana tersebut dikucurkan untuk membeli SBN di pasar sekunder yang dilepas oleh investor asing.
“Ini adalah SBN yang dilepas oleh asing dan kami dari BI melakukan pembelian dalam rangka menstabilkan nilai tukar rupiah. Tidak hanya memasok valas-nya, tapi kami juga membeli SBN dari pasar sekunder,” ujar Perry dalam telekonferensi di Jakarta, Selasa (24/3/2020).
Perry mengklaim langkah ini berhasil mendorong nilai tukar rupiah bergerak stabil pada hari ini. Hal tersebut imbas permintaan maupun penawaran di pasar valas yang berjalan dengan baik.
“Terima kasih kepada para eksportir yang sudah memasok dolarnya ke pasar valas sehingga hari ini nilai tukar bergerak stabil di pasar valas. Kami pastikan bahwa Bank Indonesia terus berada di pasar, memantau secara baik, dan mengintervensi atau menstabilisasi nilai tukar yang diperlukan,” jelasnya.
Adapaun nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada penutupan perdagangan Selasa, 24 Maret 2020 berada di level Rp16.500 per USD. Rupiah menguat tipis 75 poin atau 0,45 persen dari pembukaan perdagangan di level Rp16.505 per USD.
Melansir Bloomberg, nilai tukar rupiah bergerak di kisaran Rp16.474 per USD hingga Rp16.505 per USD. Sementara itu, Yahoo Finance mencatat mata uang Garuda berada di posisi Rp16.475 per USD atau menguat 128 poin atau 0,77 persen dari pembukaan perdagangan di level 16.603 per USD.
Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor) menunjukkan rupiah menguat di posisi Rp16.486 per USD dari level Rp16.608 per USD di hari sebelumnya.
Tak Ingin Krisis Berlanjut
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut saat ini seluruh negara di dunia sama-sama tengah menghadapi krisis kesehatan akibat penyebaran virus corona (covid-19). Meski begitu, pemerintah ingin meminimalisasi dampak krisis ini agar tidak melebar ke sektor lain.
“Sekarang seluruh dunia sedang menghadapi krisis di bidang kemanusiaan, yang sedang diupayakan jangan sampai krisis kesehatan ini mempengaruhi sangat dalam pada krisis ekonomi, sosial dan keuangan,” terangnya dalam video conference di Jakarta, Selasa (24/3/2020).
Menurut Sri, semua negara menjaga agar krisis akibat corona ini tidak berdampak lebih luas hingga menimbulkan krisis ekonomi. Meskipun adanya covid-19 ini menyebabkan terjadinya kontraksi ekonomi, tetapi tidak berarti krisis ekonomi sedang terjadi.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, kondisi serupa pernah terjadi di 2008-2009 lalu akibat krisis keuangan yang merembet ke sektor lain. Untuk itu, seluruh negara saat ini berusaha agar kejadian yang sama tidak terulang kembali.
“Ini sedang diikhtiarkan, diupayakan seluruh negara G20 dan non-G20, agar krisis ini bisa ter-contain atau dicegah pada level masalah kesehatan. Dan sedikit pada masalah ekonominya tapi tidak berkelanjutan,” jelasnya.
Sri Mulyani menjelaskan, saat ini penting bagaimana seluruh negara ikut merespons kondisi ini namun tidak saling tumpang tindih kepentingan. Oleh karenanya, para pimpinan negara anggota G20 akan melaksanakan pertemuan darurat untuk bersama-sama merespon kondisi terkini.
“Ini persis di 2009 pada saat Presiden George Bush mengundang emergency meeting di Washington. Persis situasinya, cuma dulu triggernya krisis keuangan spill over ke ekonomi dan masyarakat, sekarang triggernya sektor kesehartan dan keamanan masyarakat bisa masuk ke sektor ekonomi dan diharapkan tidak masuk ke krisis selanjutnya,” tandasnya. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post