ASIATODAY.ID, JAKARTA – Keputusan Pemerintah Indonesia melarang ekspor batubara dinilai sudah tepat.
Pasalnya, langkah itu bisa mencegah Indonesia terhindar dari ancaman krisis energi.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, memandang larangan ekspor batubara juga menjadi teguran bagi pengusaha batubara agar memenuhi komitmen mereka terhadap pasokan Domestic Market Obligation (DMO) dan juga kepentingan nasional.
“Mereka sudah mendapatkan windfall profit yang cukup besar selama kenaikan harga batubara di tahun 2021 kemarin. Mereka harus melihat kepentingan nasional sebagai prioritas karena menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata Mamit, dikutip Minggu (2/1/2022).
Menurut Mamit, larangan ekspor batubara ini membuktikan negara hadir dalam memberikan pelayanan energi kepada masyarakat.
“Jika memang kebutuhan batubara PLN sudah terpenuhi sebelum tanggal 31 Januari 2022, saya kira larangan ini bisa dievaluasi kembali dengan catatan para pengusaha komit dalam memberikan pasokan dalam kepada PLN dan pasokan dalam negeri,” ujarnya.
Kebijakan larangan ekspor batubara ini kata dia, tentu sangat tepat. Jika larangan tidak dilakukan, maka pasokan listrik ke 10 juta pelanggan PT PLN (Persero) akan terganggu akibat defisit batubara yang dialami pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik BUMN kelistrikan tersebut.
“Jika keandalan PLN terganggu maka saya pastikan akan berdampak kepada masyarakat. Padahal saat ini listrik merupakan kebutuhan primer yang akan berdampak terhadap perekonomian nasional,” jelas Mamit.
Mamit mengingatkan, cadangan kritis batubara yang dialami PLN, agar Indonesia belajar dari pengalaman negara lain yang mengalami krisis energi karena tidak memiliki sumber daya alam yang mencukupi.
Padahal Indonesia dengan sumber daya alam yang mencukupi akan sangat disayangkan jika sampai terancam krisis energi.
“Jika krisis ini sampai terjadi jelas melanggar pasal 33 UUD 1945 mengamanahkan bahwa kekayaan sumber daya alam di Indonesia sudah sepatutnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia,” tandas Mamit.
Sementara itu, pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo mengatakan, pemerintah telah menetapkan DMO batubara yaitu kewajiban pengusahan batubara menjual 25% produksinya dengan harga US$ 70 per ton ke konsumen dalam negeri, ini upaya untuk menjaga pasokan dan harga yang tetap stabil.
“Kalau semua diekspor kita beli apa? Tidak mungkin US$150 per ton. Maka ditetapkan DMO 25% harganya US$ 70 per ton, dengan hitungan produsen sudah untung,” kata Agus di Jakarta, Minggu (2/1/2022).
Menurut Agus, untuk memberi efek jera bagi pengusaha batubara yang tidak mau melaksanakan kebijakan DMO 25% tidak cukup hanya penghentian ekspor dalam sebulan, perlu diterapkan sanksi yang lebih berat yaitu dengan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP).
“Kementerian ESDM harus lebih tegas pengawasannya, aturan dibuat untuk dilaksanakan kalau tidak diberi sanksinya,” tegasnya.
Agus mengungkapkan, jika tidak ada sanksi yang tegas maka pemenuhan DMO bisa tidak ditaati lagi. Ini akan merugikan masyarakat jika terjadi pemadaman listrik sebab saat ini 60% pasokan listrik Indonesia berasal dari PLTU yang menggunakan batu bara sebagai energi utamanya.
“Menurut saya, ESDM harus tegas, karena kalau tidak tegas yang rugi masyarakat,” tuturnya.
Pemerintah Indonesia secara resmi melarang ekspor batubara mulai 1 hingga 31 Januari 2022 bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.
Langkah ini dilakukan guna menjamin terpenuhinya pasokan batubara untuk pembangkit listrik. Kurangnya pasokan ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PT PLN (Persero), mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali.
“Kenapa semuanya dilarang ekspor? Terpaksa dan ini sifatnya sementara. Jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 mega watt (MW) akan padam. Ini berpotensi menggangu kestabilan perekonomian nasional. Saat pasokan batubara untuk pembangkit sudah terpenuhi, maka akan kembali normal, bisa ekspor. Kita akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022 mendatang,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Jamaludin, pada acara Sosialiasi Kebijakan Pemenuhan Batubara dengan pengusahan batubara di Jakarta, Sabtu (1/1/2022).
Pemerintah, lanjut Ridwan, telah beberapa kali mengingatkan kepada para pengusaha batubara untuk terus memenuhi komitmennya untuk memasok batubara ke PLN. Namun, realisasinya pasokan batu bara setiap bulan ke PLN dibawah kewajiban persentase penjualan batubara untuk kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO).
Sehingga terakumulasi dan di akhir tahun pembangkit PLN mengalami defisit pasokan batubara. Menurutnya, persediaan batubara yang aman di PLTU PLN adalah di atas 20 hari operasi.
“Dari 5,1 juta metrik ton (MT) penugasan dari Pemerintah, hingga tanggal 1 Januari 2022 hanya dipenuhi sebesar 35 ribu MT atau kurang dari 1%. Jumlah ini tidak dapat memenuhi kebutuhan tiap PLTU yang ada. Bila tidak segera diambil langkah-langkah strategis maka akan terjadi pemadaman yang meluas,” ungkap Ridwan.
Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021 yang mengatur lebih spesifik tentang kewajiban pemenuhan batubara untuk kebutuhan dalam negeri, yaitu minimal 25% dari rencana produksi yang disetujui dan harga jual batubara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebesar US$70 per metrik ton.
Untuk itu Ridwan menegaskan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP Khusus tahap kegiatan Operasi Produksi untuk patuh terhadap pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri.
Pada acara sosialisasi di atas, terungkap bahwa pada hakikatnya pengusaha batubara memahami dan mendukung kebijakan pelarangan sementara ekspor batubara demi pemenuhan kebutuhan batubara PLN untuk menghindari pemadaman listrik yang tidak dikehendaki oleh semua orang.
Namun para pengusaha batubara juga meminta agar PLN juga memperbaiki mekanisme pengadaaan batubaranya agar semakin membaik.
“Di saat yang bersamaan, kami juga meminta agar PLN melakukan upaya dan langkah efisiensi dan kegiatan bisnis yang mendukung penyediaan tenaga listrik berkualitas dan andal bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia,” imbuh ridwan.
Secara khusus, Ridwan menegaskan bahwa dengan dilaksanakan kepatuhan kewajiban pemenuhan batubara dalam negeri, maka akan menjaga iklim investasi dan perekonomian nasional.
“Jangan sampai ketidakpatuhan perusahaan dalam memenuhi DMO mengganggu iklim investasi dan perekonomian negara,” tandas Ridwan. (ATN)
Discussion about this post