ASIATODAY.ID, BEIJING – Krisis energi listrik China menjadi masalah baru bagi rantai pasokan global karena pabrik-pabrik eksportir terbesar dunia dipaksa untuk menghemat energi dengan membatasi jumlah produksi.
Laporan Bloomberg, Selasa (28/9/2021), gangguan terjadi saat produsen dan distributor berlomba untuk memenuhi permintaan mulai dari pakaian hingga mainan untuk musim belanja liburan akhir tahun. Fatalnya, jalur pasokan yang terganggu oleh melonjaknya biaya bahan baku, penundaan lama di pelabuhan, dan kekurangan kontainer pengiriman.
Produsen memperingatkan kebijakan ketat untuk memotong penggunaan listrik akan memangkas output di wilayah – wilayah pusat ekonomi seperti provinsi Jiangsu, Zhejiang dan Guangdong. Semuanya menyumbang hampir sepertiga dari produk domestik bruto negara dan kemungkinan mereka akan menaikkan harga.
Pemerintah daerah memerintahkan pemadaman listrik karena mereka berupaya mengejar target yang hilang demi mengurangi energi dan intensitas emisi karbon. Sementara beberapa perusahaan menghadapi kekurangan listrik.
Clark Feng dari perusahaan furniture, Vita Leisure Co. mengatakan, pembatasan listrik di provinsi timur Zhejiang, telah memberikan pukulan terhadap bisnis lain. Produsen kain, misalnya menghentikan produksi dan mulai menaikkan harga serta menunda menerima pesanan baru dari luar negeri.
“Kami sudah berjuang untuk mengirim barang ke luar negeri, dan sekarang dengan pembatasan kapasitas produksi, itu pasti akan menjadi kekacauan besar,” kata Feng.
“Kami sudah harus berurusan dengan begitu banyak faktor yang tidak pasti, dan sekarang ada satu lagi. Akan lebih sulit untuk mengirimkan pesanan, terutama untuk musim liburan,” lanjut dia.
Yiwu Huading Nylon Co. Ltd., pembuat nilon kain sintetis di Zhejiang, menangguhkan setengah dari kapasitas produksinya sejak 25 September lalu sebagai tanggapan atas kebijkan pemerintah daerah untuk memangkas konsumsi listrik. Perusahaan berharap produksi bisa dilanjutkan mulai 1 Oktober mendatang.
Masalah listrik datang setelah gangguan yang terjadi pelabuhan baru-baru ini. Salah satunya pelabuhan Ningbo, tidak beroperasi selama berminggu-minggu bulan lalu setelah wabah Covid-19. Sementara pelabuhan Yantian di Shenzhen ditutup sejak Mei lalu.
Krisis energi akan membebani ekonomi China yang pada saat itu sudah melambat karena faktor-faktor seperti langkah-langkah pengendalian virus yang ketat dan pembatasan yang lebih ketat untuk mengendalikan pasar properti.
Goldman, Nomura Holdings Ltd., China International Capital Corp. dan Morgan Stanley juga telah menurunkan perkiraan pertumbuhan PDB atau memperingatkan pertumbuhan yang lebih rendah karena gangguan listrik tersebut.
“Pasar global akan merasakan sedikit kekurangan pasokan dari tekstil, mainan hingga suku cadang mesin,” kata Lu Ting, kepala ekonom China di Nomura Holdings Inc di Hong Kong.
Operasi perakitan iPhone di China mulai mengurangi konsumsi energi mereka. Pegatron Corp., mitra utama Apple Inc. dan salah satu perakit iPhone, berupaya menghemat energi listrik untuk mematuhi kebijakan pemerintah daerah.
Namun perusahaan yang bertanggung jawab untuk memproduksi handset Apple sejauh ini telah menghindari pengurangan drastis dalam produksi dan tampaknya mendapatkan akses preferensial ke sumber energi untuk menjaga operasi tetap berjalan. (ATN)
Discussion about this post