ASIATODAY.ID, JAKARTA – Direktur Kedaruratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr. Mike Ryan memperingatkan kepada semua elemen agar tidak mencoba memprediksi kapan virus akan hilang atau musnah. Sebab, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Ryan mengungkapkan hal itu pada briefing pada hari Rabu (10/6/2020).
Menurut Dokter Ryan, pertanyaan itu bakal sulit dijawab, sekalipun vaksin ditemukan. Sebab mengendalikan virus akan membutuhkan upaya besar-besaran.
Sejauh ini sudah hampir 300.000 orang di seluruh dunia dilaporkan meninggal akibat covid-19 dan lebih dari 4,3 juta kasus yang tercatat.
Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan pandemi itu menyebabkan tekanan yang luas dan kesehatan mental. Terutama, di negara-negara yang kurang investasi dalam perawatan kesehatan mental.
Maka dari itu, PBB mendesak pemerintah untuk menjadikan pertimbangan kesehatan mental sebagai bagian dari tanggapan mereka secara keseluruhan. WHO pun menekankan pentingnya untuk tidak meremehkan penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 itu.
“Penting untuk berpikir bahwa virus ini dapat menjadi virus endemik lain di komunitas kami, dan virus ini mungkin tidak akan pernah hilang,” ujar Dr Ryan pada konferensi pers virtual dari Jenewa, melansir BBC.
“HIV belum hilang, tetapi kita telah sepakat dengan virus ini,” tambahnya.
Dokter Ryan kemudian mengatakan dia tidak percaya bahwa siapa pun dapat memprediksi kapan penyakit ini akan hilang. Sebab, meskipun saat ini ada lebih dari 100 vaksin potensial dalam pengembangan, tetapi Dr. Ryan mencatat ada penyakit lain (seperti campak) yang masih belum musnah walaupun ada vaksinnya.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menekankan, masih mungkin untuk mengendalikan virus, dengan upaya tertentu.
“Lintasan ada di tangan kita, dan itu urusan semua orang, dan kita semua harus berkontribusi untuk menghentikan pandemi ini,” paparnya.
“Kita perlu masuk ke dalam pola pikir bahwa perlu waktu untuk keluar dari pandemi ini,” tutur Ahli Epidemiologi WHO, Maria Van Kerkhove.
Pernyataan keras mereka datang ketika beberapa negara mulai secara bertahap melonggarkan tindakan pembatasan wilayah atau bahkan membuka lockdown. Sebab, para pemimpin mempertimbangkan masalah yang dihadapi, tentang bagaimana dan kapan untuk membuka kembali perekonomian negara masing-masing.
Dr. Tedros memperingatkan bahwa tidak ada cara yang pasti untuk mengurangi pembatasan tanpa memicu gelombang infeksi kedua.
“Banyak negara ingin keluar dari langkah-langkah yang berbeda. Tapi rekomendasi kami tetap waspada di negara mana pun harus pada tingkat setinggi mungkin,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post