ASIATODAY.ID, JAKARTA – Perdebatan sengit melibatkan Duta Besar China dan Perwakilan Tinggi Australia untuk India tentang Laut China Selatan.
Perdebatan melalui media Twitter itu berawal ketika Australia mendukung Amerika Serikat (AS) yang baru-baru ini menolak klaim sepihak China atas 90 persen wilayah Laut China Selatan.
Melalui surat kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada pekan lalu, Australia menganggap klaim China atas perairan itu tak memiliki basis hukum alias ilegal.
Perwakilan Tinggi Australia di India Barry O’Farrell mengatakan negaranya sangat prihatin terkait agresivitas Beijing di Laut China Selatan.
O’Farrell mengungkapkan hal itu kepada Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar saat mereka bertemu pada pekan ini.
O’Farrell menganggap perilaku China di Laut China Selatan bisa merusak stabilitas dan memicu eskalasi di kawasan.
Tidak terima dengan pernyataan O’Farrell, Duta Besar China di India Sun Weidong menggungah kicauan di Twitter menyebut pernyataan O’Farrell menyesatkan dan tidak sesuai fakta.
Thank you @China_Amb_India. I would hope then you follow the 2016 South China Sea Arbitral Award which is final and binding under international law, and also generally refrain from actions that unilaterally alter the status quo. https://t.co/1w2nrcrxhr
— Barry O’Farrell AO (@AusHCIndia) July 31, 2020
“Pernyataan Perwakilan Tinggi Australia kepada India soal Laut China Selatan mengabaikan fakta. Kedaulatan teritorial China dan hak maritimnya sesuai dengan hukum internasional termasuk Konvensi Hukum Kelautan PBB (UNCLOS). Jelas di sini siapa yang menjaga perdamaian dan stabilitas dan siapa yang coba menggoyahkan serta memprovokasi eskalasi di kawasan,” kata Sun melalui akun Twitternya.
Tak tinggal diam, O’Farrell pun membalas kicauan Sun.
“Terima kasih @China_Amb_India, saya harap Anda menghargai putusan Arbitrase Laut China Selatan pada 2016 yang bersifat final dan mengikat secara hukum internasional, dan juga berupaya menahan diri dari tindakan yang secara sepihak mengubah status quo,” kata O’Farrell.
Perairan Laut China Selatan menjadi kawasan rawan konflik setelah Beijing mengklaim 90 persen wilayah di perairan itu yang bersinggungan dengan teritorial dan zona ekonomi eksklusif (ZEE) negara lain, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam hingga Taiwan.
Kicauan O’Farrell merujuk pada putusan Arbitrase Internasional pada 2016 soal gugatan Filipina terhadap China atas klaim di Laut China Selatan.
Pengadilan Arbitrase Internasional mendukung Filipina dengan menganggap klaim historis China terhadap Laut China Selatan sebagai tidak sah.
Perdebatan antara Sun dan O’Farrell tak berakhir sampai di situ. Dilansir South China Morning Post, Sun kembali membalas kicauan O’Farrell dengan mengatakan bahwa China tak mengakui putusan arbitrase yang dinilainya terbalik dan ilegal.
Sun juga menganggap putusan pengadilan berbasis di Den Haag itu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Sun berharap negara yang tak memiliki klaim di Laut China Selatan, termasuk AS dan Australia, tidak ikut campur dalam penyelesaian sengketa dan berkontribusi terhadap perdamaian dan stabilitas regional. (ATN)
Discussion about this post