ASIATODAY.ID, JAKARTA – Aksi demonstrasi ribuan massa gabungan aktivis, mahasiswa dan pelajar di Jakarta, menuntut Presiden Jokowi membatalkan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) hasil revisi, diwarnai bentrokan dengan polisi di depan gedung DPR/MPR RI, Senin (30/9/2019).
Bentrokan bermula saat sejumlah kendaraan Brimob melintasi jalan Tol dalam kota, disekitar kerumunan massa.
Suasana yang awalnya masih kondusif, tiba-tiba berubah rusuh menyusul adanya aksi sejumlah massa melemparkan berbagai benda ke arah kendaraan Brimob.
Untuk menghentikan aksi massa, polisi kemudian menembakkan water canon dan gas air mata ke arah demonstran. Namun hal itu tidak menyurutkan aksi massa. Bentrokan pun tak terhindarkan.
Bentrokan juga pecah di Jalan Tentara Pelajar, Jakarta Barat, tepatnya di Perlintasan rel kereta Palmerah, dekat pintu belakang Gedung DPR/MPR RI, Jakarta.
Aparat kepolisian terpaksa menembakkan gas air mata untuk meredam aksi massa, setelah demonstran terus memprovokasi dengan melemparkan batu dan botol mineral ke arah barikade aparat kepolisian.
Desakan terhadap Presiden Jokowi agar membatalkan UU KPK hasil revisi tersebut hanyalah satu dari sekian banyak tuntutan yang disuarakan pengunjukrasa di depan gedung DPR.
Dalam aksinya, pengunjukrasa mendesak Presiden Joko Widodo segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terhadap UU KPK.
“Kami mendesak Presiden Jokowi segera batalkan UU KPK hasil revisi,” ujar Koordinator Lapangan Mahasiswa Atma Jaya Jakarta, Aryo Bimo, melalui keterangan tertulisnya.
Adapun mahasiswa yang berdemonstrasi tersebut berasal dari 17 Kampus yang tergabung dalam Border Rakyat (Borak), antara lain, Universitas Al Azhar, Universitas Moestopo, Universitas Atma Jaya Jakarta, Universitas Budi Luhur, Universitas Satya Negara, dan Universitas Andalan Nusantara Teknologi.
Ada pula KMU Unpad, FAM Unpas, FAM UI, LSPR, FAM UMT, IBS, Kalbis Institute, Universitas Pelita Bangsa, Universitas Negeri Islam Sunan Gunung Djati Bandung, Institut Sains dan Teknologi Nasional dan Universitas Persada Indonesia YAI.
Menurut Aryo, UU KPK yang telah disahkan oleh DPR bersama pemerintah cenderung bermasalah dan kontroversial.
“Sejumlah pasal dalam UU tersebut cenderung melemahkan upaya pemberantasan korupsi dan memangkas kewenangan KPK,” tegasnya.
Pendapat ini sejalan dengan kritik yang dilontarkan oleh pegiat antikorupsi antara lain terkait pembentukan Dewan Pengawas, pembatasan fungsi penyadapan, kewenangan menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) dan kedudukan KPK yang tak lagi independen.
“Kami menilai, langkah ini bukan penuntasan agenda reformasi, malah ini sebagai kemunduran reformasi,” kata Aryo.
Selain menolak UU KPK hasil revisi, dalam tuntutannya mereka juga menolak sejumlah RUU yang memuat pasal-pasal bermasalah dan kontroversial. Mahasiswa menilai DPR terkesan kejar tayang juga dalam mengesahkan beberapa RUU lainnya.
Poin-poin tuntutan lainnya itu diantaranya menolak RKUHP, RUU Minerba, RUU Pertanahan, RUU Permasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU KKS. Mereka juga mendesak pembatalan RUU SDA. Kemudian mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU PPRT.
Selain itu, pengunjukrasa juga menuntut pembatalan pimpinan KPK pilihan DPR, menolak TNI & Polri menempati jabatan sipil, hentikan militerisme di Papua dan daerah lain serta bebaskan tahanan politik Papua.
Para demonstran juga meminta penghentian kriminalisasi aktivis, hentikan pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera yang dilakukan oleh korporasi,dan pidanakan korporasi pembakar hutan, serta cabut izinnya. Terakhir, tuntaskan pelanggaran HAM, dan adili penjahat HAM, termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post