ASIATODAY.ID, NANNING – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menegaskan bahwa ASEAN adalah kawasan paling tepat bagi China untuk berinvestasi, salah satunya di Indonesia.
Kendati demikian, Luhut menegaskan bahwa Indonesia tidak akan pernah dikontrol oleh China walau investasinya masif karena Indoneaia menerapkan persyaratan yang lebih ketat.
“Investasi China di Indonesia itu business to business. Tidak ada yang dirugikan. Namanya investasi itu kan harus untung. Keduanya antara Indonesia dan China, jelas harus sama-sama untung,” papar Luhut dalam forum The 16th China-Asean Business and Investment Summit 2019 (CABIS), Sabtu (21/9/2019)
Luhut mengungkapkan, ada tiga persyaratan mutlak yang diminta pemerintah terhadap China. Pertama, Indonesia tidak mau teknologi kelas dua yang masuk ke Indonesia.
“Yang pasti harus ramah lingkungan, harus berkualitas dan harus teknologi tinggi,” tegasnya.
Kedua, investasi harus disertai dengan nilai tambah atau added value. Ketiga, adalah menggunakan tenaga kerja Indonesia atau lokal.
“Itu tiga syarat utama. Sebaliknya, kalau ada masalah investasi di Indonesia jangan ragu-ragu untuk menghubungi saya. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan,” tegasnya.
Penegasan Luhut itu tidak hanya sekali. Ia bahkan beberapa mengulangi itu dalam sesi dialog CABIS 2019 yang diadakan di Hotel Grand Metropark, Nanning, China, yang dihadiri sejumlah pengusaha China dan ASEAN, diantaranya Chairman China Datang Corporation Limited Chen Feihu, Vice President of China Communications Construction Company Wen Gang, Chief Economist China Development Bank Liu Yong, Vice President SGMW Automobile Co. Ltd. Yao Zuoping, dan GM PT Well Harvest Winning Alumina Refinery Zang Jinjun.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, total perdagangan Indonesia-China periode Januari hingga Juli 2019 tercatat sebesar US$39,69 miliar, turun 2,68% dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya sebesar US$40,79 miliar.
Sementara ekspor RI ke Negeri Panda sepanjang Januari hingga Juli 2019 senilai US$14,78 miliar, turun 6,54% dari ekspor periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$15,82 miliar. Sebaliknya, impor dari China pada Januari hingga Juli tahun ini tercatat US$24,90 miliar, turun tipis 0,24% dari periode sama tahun sebelumnya US$24,96 miliar.
Dengan demikian, pada periode Januari hingga Juli 2019, Indonesia mencatatkan defisit dagang sebesar US$10,12 miliar, naik 10,67% dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya sebesar US$9,14 miliar.
China merupakan mitra dagang terbesar Indonesia di dunia. Sebaliknya, Indonesia merupakan mitra dagang terbesar China ke-15 di dunia.
Produk ekspor nonmigas utama Indonesia ke China, antara lain batu bara, minyak kelapa sawit, olahan serbuk kayu, dan tembaga. Sedangkan untuk produk impor nonmigas terbesar dari China antara lain komponen telepon, mesin pengolahan data otomatis digital dalam bentuk portabel serta komponen yang digunakan untuk transmisi radio, radar, radio navigasi, dan modem untuk televisi.
Total nilai perdagangan China dan negara-negara di Asean pada 2018 mencapai US$587,8 miliar. Sementara itu, pada paruh pertama 2019 total perdagangan tercatat US$291,85 miliar, naik 4,2% dari periode sama tahun lalu.
Dengan demikian, Asean adalah mitra dagang China terbesar kedua setelah Amerika yang saat ini hubungan keduanya sedang tidak stabil. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post