ASIATODAY.ID, MAGELANG – Tingginya jumlah kunjungan wisatawan ke Candi Borobudur yang mencapai 4 juta kunjungan per tahun, membuat Balai Konservasi Borobudur mulai menerapkan aturan baru.
Pihak balai pun mulai melakukan pembatasan kunjungan pada teras lantai 9 dan 10 Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mulai Kamis, 13 Februari 2020, hingga waktu yang tidak ditentukan. Pembatasan berlaku untuk kunjungan umum, sunrise, dan sunset.
“Pembatasan kunjungan dimaksudkan untuk menjaga kelestarian candi. Sebab, candi peninggalan Agama Buddha dari Wangsa Syailendra ini telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia (World Heritage) oleh UNESCO,” ujar Kepala Balai Konservasi Candi Borobudur, Tri Hartono, melalui keterangan tertulisnya Kamis (13/2/ 2020).
Menurut Tri, sejak dinyatakan sebagai salah satu warisan dunia, UNESCO terus memantau Candi Borobudur. Pembatasan kunjungan wisatawan menjadi bagian dari upaya penyelamatan candi dari potensi kerusakan.
“Status sebagai warisan dunia membuat kelestarian Candi Borobudur menjadi perhatian seluruh dunia. Hal-hal yang berkembang di situs warisan dunia akan menjadi sorotan sehingga harus dikelola dengan tepat,” jelasnya.
Upaya pelestarian Candi Borobudur, kata dia, telah dimulai sejak awal abad ke-20 dengan pemugaran pertama oleh Pemerintah Hindia-Belanda pada 1907-1911. Pemugaran kedua dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dibantu UNESCO pada 1973-1983.
Sejak pemugaran kedua itu, Candi Borobudur dibuka sebagai objek dan tujuan wisata. Selain untuk pariwisata, Candi Borobudur dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, edukasi, kegamaan, sosial, dan budaya.
“Seiring berjalannya pemanfaatan Candi Borobudur sebagai ikon wisata di Indonesia, menjadikan jumlah kunjungan terus meningkat dari tahun ke tahun sampai menembus angka 4.000.000 juta per tahun. Pada saat peak season bahkan mencapai 58.000 orang per hari, dan kisaran 4.000-7.000 orang per jam menaiki struktur Candi Borobudur,” paparnya.
Kunjungan wisatawan yang cukup besar, lanjut dia, membawa dampak positif dan negatif, utamanya bagi kelestarian struktur Candi Borobudur. Apabila terjadi kerusakan pada bangunan cagar budaya, tidak akan pernah bisa diperbaiki seperti semula.
“Di sisi lain tingginya jumlah pengunjung yang naik ke atas struktur candi juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap laju kerusakan,” jelasnya.
Ia menilai, gesekan alas kaki pengunjung dan pasir yang terbawa kaki dapat mengakibatkan lantai tangga, selasar, undakan, hingga teras candi menjadi aus.
Dari pengamatannya, perilaku pengunjung sejauh ini masih belum mendukung pelestarian candi. Mereka kerap duduk-duduk atau memanjat dinding atau pagar langkan candi atau stupa.
Perilaku buruk lainnya dari para pengunjung antara lain membuang sampah sembarangan, menempelkan permen karet pada batuan candi, merokok dan mematikan puntung ditekankan pada batuan serta menyelipkan puntung pada nat batuan candi.
“Perilaku pengunjung yang kurang mendukung pelestarian itu lebih sering dijumpai di bagian teras tingkat 8, 9, dan 10 Candi Borobudur. Karenanya mulai hari ini kunjungan ke Candi Borobudur dibatasi hanya sampai lantai 8. Pengunjung masih bisa melihat dan menikmati puncak stupa pada lantai 8,” tandasnya. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post