ASIATODAY.ID, BANGKOK – Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha, menolak tuntutan kelompok pro demokrasi yang menuntut agar dirinya meletakkan jabatan.
“Saya tidak akan mundur,” kata Prayuth usai menghadiri rapat darurat dengan kabinet di ibu kota Bangkok, seperti dilansir ABS-CBN, Jumat (16/10/2020).
Dalam rapat itu Prayuth menyatakan pemerintah sepakat mengambil keputusan untuk menetapkan status darurat nasional selama 30 hari yang dimulai hari ini.
Kebijakan itu diambil untuk mengendalikan aksi demonstrasi yang terus menerus terjadi yang dilakukan kelompok pro demokrasi.
Dalam status darurat nasional, aparat keamanan dibolehkan menahan individu yang dicurigai selama 30 hari tanpa alasan tertentu. Mereka juga berhak melarang perkumpulan atau keramaian yang diikuti oleh lebih dari lima orang.
Selain itu, Prayuth menyatakan pemerintah juga memberlakukan jam malam jika aksi demo terus membesar.
Keputusan itu menyusul penerbitan dekrit darurat oleh pemerintah Negeri Gajah Putih pada Kamis (15/10) kemarin. Sampai saat ini tercatat sudah 40 orang demonstran ditangkap sejak aksi unjuk rasa dimulai sejak awal pekan.
Prayuth menyarankan agar para demonstran dan aktivis berdoa di kuil ketimbang turun ke jalan, karena khawatir dengan penyebaran virus corona.
Di sisi lain, Miss Universe Thailand, Amanda Charlene Obdam, menyatakan dukungan kepada kelompok pro demokrasi melalui pesan di media sosial Instagram.
“Maaf saya terlambat. Saya sangat sibuk dengan media dan ingin mencoba mengikuti perkembangan situasi sebelum menyampaikan pendapat. Saya hanya menyatakan saya mendukung demokrasi, hak asasi manusia, gerakan damai, kebebasan berpendapat dan kesetaraan,” kata perempuan keturunan Thailand-Kanada itu.
Salah satu tuntutan demonstran adalah mendesak agar Prayuth yang mulanya adalah panglima Angkatan Bersenjata Thailand dan berkuasa setelah melakukan kudeta pada 2014 untuk mengundurkan diri. Sebab aktivis menilai hasil pemilu pada 2019 yang mengukuhkan dia menjadi PM dianggap tidak sah dan penuh kecurangan.
Demonstran juga mendesak supaya menggelar pemilihan umum dan parlemen yang baru menyusun undang-undang dasar yang baru untuk menggantikan konstitusi yang disusun oleh junta militer.
Aksi unjuk rasa di Thailand sebagian besar berlangsung damai. Namun dua orang demonstran ditangkap dan disangka membahayakan Ratu Thailand saat kendaraan rombongan kerajaan melintas di dekat massa pengunjuk rasa.
Kelompok oposisi menolak keputusan pemberlakuan status darurat nasional dan jam malam. Mereka mendesak Prayuth dan Partai Pheu Thai yang berkuasa segera mencabut kebijakan itu dan berhenti mengintimidasi rakyat sipil. (ATN)
Discussion about this post