ASIATODAY.ID, NEW DELHI – Negeri India kini menghadapi krisis pangan yang parah akibat wabah coronavirus (Covid-19). Kondisi ini secara besar-besaran mengganggu rantai makanan di negara itu.
Menurut Dosen ekonomi Universitas Kent, Dr Amrit Amirapu, India telah memiliki salah satu penguncian (lockdown) virus corona terketat di dunia.
Dalam wawancara dengan Daily Express, dia memperingatkan produksi makanan dan rantai distribusi India sudah mengalami gangguan besar. Dia menjelaskan ini bisa berdampak jangka panjang dan berdampak negatif pada industri produksi makanan.
“Pasokan pangan telah terpengaruh secara negatif. Di India telah berlaku salah satu pembatasan ketat yang diterapkan di dunia. Itu telah mempersulit buruh migran untuk terus bekerja di pertanian selama masa panen,” ujar Dr Amirapu.
“Telah terjadi pengurangan pasokan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memanen hasil pangan. Di negara-negara berkembang, pertanian jauh lebih padat karya daripada di negara-negara kaya,” paparnya dilansir dari Daily Express, Jumat (15/5/2020).
Dr Amirapu menyimpulkan bahwa pengurangan tenaga kerja ini dapat memiliki efek gelombang yang penting saat dunia bergerak melalui pandemi.
Dia juga menjelaskan bahwa tercipta masalah lain yang disebabkan virus corona selain pengurangan pekerja.
“India adalah produsen pangan besar, saat yang sama ada laporan bahwa petani merasa kesulitan, setelah memanen pangan, untuk melakukan perjalanan ke pasar makanan pertanian,” tuturnya.
“Rupanya polisi mencegah mereka bepergian di bawah interpretasi mereka melanggar aturan kuncian. Ini adalah kasus di beberapa daerah pangan makanan itu sendiri yang terkena dampak langsung,” terang Amirapu.
Amirapu juga menyoroti masalah terburuk yang bisa dihadapi negara-negara berkembang selama pandemi virus corona dalam hal pangan.
“Masalah terburuk bagi negara-negara berkembang, dalam hal kekurangan makanan, adalah ada banyak negara miskin yang bergantung pada impor makanan. Jadi bagi banyak dari negara itu, mereka mengimpor cukup banyak pangan mereka ke sejumlah miliaran dolar makanan,” sebut Amirapu.
“Masalahnya adalah akan ada kenaikan nilai tukar yang menyebabkan harga makanan naik dalam mata uang lokal. Jadi misalnya, jika Anda berada di Zambia harga beras impor akan naik. Ini berlaku bahkan jika tidak ada yang terjadi, bahkan jika harga beras internasional tidak berubah,” imbuhnya.
“Itu akan terjadi dan pada saat yang sama, pengangguran akan meningkat di seluruh dunia. Orang-orang akan memiliki lebih sedikit uang untuk dibelanjakan untuk makanan,” pungkas Amirapu. (ATN)
Discussion about this post