ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan China mengumumkan bahwa ekonomi China berkontraksi 6,8 persen pada kuartal pertama tahun ini. Hal ini terjadi sebagai efek dari kebijakan lockdown untuk menahan penyebaran wabah coronavirus (Covid-19).
Melansir Bloomberg, Selasa (21/4/2020), prospek China di kuartal kedua juga lemah, karena negara-negara lain kini juga membatasi kegiatan ekonomi untuk menghentikan penyebaran wabah dan kemungkinan akan memukul permintaan untuk ekspor China.
Keterangan resmi Kemenkeu China juga menyebutkan bahwa pendapatan fiskal kuartal pertama China turun 14,3 persen dari tahun sebelumnya menjadi 4,598 triliun yuan (USD649,75 miliar).
Sementara itu, pengeluaran fiskal untuk periode Januari-Maret turun 5,7 persen dari tahun sebelumnya menjadi 5,528 triliun yuan.
Segera setelah pengumuman itu, Presiden Xi Jinping menggelar pertemuan dengan para pejabat. Pertemuan tersebut mempetimbangkan kebijakan penurunan suku bunga dan jumlah uang tunai yang harus disimpan bank sentral.
Pemerintah China juga menekankan akan menjual lebih banyak obligasi dan meningkatkan defisit fiskal.
Para pemimpin utama China mengatakan negara itu menghadapi kesulitan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya, menandakan bahwa akan ada lebih banyak stimulus untuk tenaga kerja juga penurunan target pertumbuhan untuk tahun ini.
Menurut sebuah pernyataan yang dirilis setelah pertemuan Politbiro pada Jumat pekan lalu, pemerintah akan mengadopsi kebijakan makro dengan kekuatan yang lebih besar untuk melindungi dampak pandemi virus corona.
Pernyataan itu mengatakan bahwa negara harus “tetap berpegang teguh pada tujuan mencapai masyarakat yang makmur tahun ini.
Ekonom di Citigroup Inc., Li-Gang Liu mengatakan pertemuan itu menunjukkan pemerintah telah mengalah pada janjinya untuk menggandakan produk domestik bruto dan pendapatan dari perolehan pada 2010.
Jika mengacu pada rencana tersebut, China akan membutuhkan pertumbuhan 5,6 persen, jauh di atas ekspansi 3,0 persen menurut survei Bloomberg terhadap para ekonom.
“Pertemuan Politbiro menegaskan kembali perlunya kebijakan fiskal yang lebih proaktif dan kebijakan moneter yang lebih hati-hati, tetapi dengan lebih banyak fleksibilitas,” kata para ekonom Citigroup. (ATN)
Discussion about this post