ASIATODAY.ID, JAKARTA – Hasil penelitian McKinsey & Company menyebutkan, Indonesia akan menjadi negara yang ekonominya paling cepat pulih di Asia Tenggara.
Ada dua asumsi dari penelitian lembaga tersebut.
Asumsi pertama, pemerintah Indonesia berhasil mencegah penyebaran pandemi Covid-19, sedangkan asumsi kedua adalah pemulihan pandemi Covid-19. Dalam kedua skenario tersebut, Indonesia selalu menjadi negara yang paling cepat pulih.
“Kalau lihat skenario virus contained sudah tidak mungkin, kita lihat skenario pemulihan saja. Time return to pre-crisis akan terjadi pada kuartal I/2020, di mana negara lain paling cepat pada kuartal IV/2022. Jadi, ini sebuah optimisme,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam webinar “Relocating Investment to Indonesia in The Time of Covid-19: Opportunity and Challange”, Selasa (4/8/2020).
Dalam skenario pemulihan pandemi, McKinsey melihat tiga indikator dalam meramalkan kecepatan pemulihan nengara-negara di Asia Tenggara, yakni penurunan produk domestik bruto (PDB) riil, proyeksi pertumbuhan PDB 2020, dan waktu pemulihan ke waktu pra-pandemi.
Pada ketiga indikator tersebut, Indonesia memiliki angka yang lebih baik dari empat negara pembanding lainnya. Penelitian tersebut menujukkan bahwa PDB Indonesia pada kuartal II/2020 turun 8,6 persen dari realisasi kuartal IV/2019.
Sedangkan pertumbuhan PDB 2020 diproyeksikan akan tumbuh 4 persen. Angka tersebut lebih baik dibandingkan Thailand dan Malaysia yang masing-masing PDB diperkirakan merosot 10,1 persen dan 9,4 persen.
Dilain pihak, pemulihan terlama diramalkan akan dialami Singapura atau baru akan pulih pada kuartal I/2023. Sementara itu, negara yang paling terdampak di Asia Tenggara karena pandemi Covid-19 adalah Malaysia yang mencatatkan penurunan PDB riil hingga 15,2 persen pada kuartal II/2020 dibandingkan dengan kuartal IV/2019.
Menurut Agus, salah satu alasan percepatan pemulihan Indonesia adalah penerbitan izin operasional mobilitas dan kegiatan industri (IMOKI) pada awal kuartal II/2020.
Agus menyatakan penerbitan IOMKI juga berdampak pada perbaikan angka Purchasing Manager’s Index (PMI) Indoneisa dalam tiga bulan terakhir.
“Saya mendapat banyak kritikan yang mengatakan ‘Kemenperin pembunuh masal’ karena membiarkan pabrik beroperasi. Tapi, kami punya pertimbangan lain, untuk membantu perekonomian agar tidak terpuruk terlalu dalam,” urainya.
Agus menegaskan, pihaknya akan terus menjaga momentum peningkatan indeks PMI Indonesia agar bisa kembali menembus level 50,0. Agus pun optimistis sektor manufaktur nasional dapat menembus level 50,0 pada kuartal III/2020.
Peningkatan PMI pada kuartal III/2020 diperkirakan akan bergantung pada sektor manufaktur yang utilitasnya dapat meningkat signifikan.
Dengan kata lain, sektor-sektor manufaktur yang memiliki permintaan domestik tinggi seperti farmasi, alat kesehatan, dan makanan dan minuman.
“Stimulus bagi dunia industri akan terus kami gulirkan agar aktivitas industri bisa kembali normal. Peningkatan PMI kedepan akan ditopang oleh penyerapan hasil industri dalam negeri,” imbuhnya. (ATN)
Discussion about this post