ASIATODAY.ID, JAKARTA – Ekspor Indonesia tercatat negatif. Pemerintah berdalih, hal itu disebabkan oleh harga komoditas ekspor unggulan yang menurun pada Juni 2023.
Ekspor industri pengolahan nonmigas pada Juni 2023 adalah sebesar US$15,25 miliar, turun 2,24% dibandingkan Mei 2023. Namun demikian, secara volume, ekspor pada Juni 2023 meningkat sebesar 13,94% (month to month) menjadi 11,51 juta ton.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan, secara keseluruhan, ekspor Indonesia pada Juni 2023 turun 5,08% dibanding Mei 2023, menjadi sebesar US$20,61 Miliar. Penurunan ekspor, baik di sektor migas dan nonmigas, disebabkan oleh penurunan harga komoditas ekspor unggulan.
Ekspor industri manufaktur pada Juni 2023 mencapai US$15,25 Miliar, berkontribusi sebesar 74,01% terhadap total ekspor nasional. Ekspor industri pengolahan nonmigas pada Juni 2023 masih didominasi oleh industri makanan sebesar US$3,81 miliar, industri logam dasar sebesar US$3,23 miliar, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia (US$1,26 Miliar), industri kendaraan bermotor, trailer, dan semitrailer (US$770 juta), dan industri komputer, barang elektronik, dan optik (US$745,8 juta).
“Sedangkan komoditas industri pengolahan nonmigas yang mengalami penurunan ekspor terbesar di Juni 2023 (m-to-m) antara lain industri logam dasar, industri alat angkutan lainnya, industri kertas dan barang dari kertas, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki, industri karet, barang dari karet dan plastik, serta industri komputer, barang elektronik, dan optik,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, dikutip Jumat (21/7).
Febri menjelaskan, penurunan ekspor Indonesia mendapat pengaruh dari kondisi perekonomian dunia, termasuk negara China yang melambat pertumbuhan ekonominya. Kondisi ekonomi di negara-negara tujuan ekspor dapat menyebabkan berkurangnya permintaan akan produk-produk dari Indonesia.
Sementara itu, nilai impor industri pengolahan nonmigas pada Juni 2023 juga menurun sebesar 17,26% (m-to-m), menjadi US$13,66 miliar.
“Menurut BPS, penurunan terbesar impor terjadi pada kelompok bahan baku/penolong sebagai penopang aktivitas produksi di dalam negeri,” jelasnya.
Penurunan impor terbesar pada industri manufaktur ditunjukkan oleh subsektor industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, kemudian industri mesin dan perlengkapan YTDL, industri logam dasar, dan industri komputer, barang elektronik, dan optik. Lebih lanjut, penurunan terbesar impor komoditas industri pengolahan nonmigas terjadi pada bahan bakar mineral, mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, dan mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya.
Menurut Febri, menurunnya kinerja ekspor dan impor tentu akan berpengaruh pada kondisi sektor industri manufaktur Indonesia. Namun demikian, Ia masih optimistis dengan kondisi pasar di dalam negeri.
“Menurut Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik karena didukung oleh permintaan domestik, begitu juga dengan investasi yang kuat,” katanya.
Mengantisipasi dampak negatif penurunan ekspor dan impor terhadap kinerja sektor industri manufaktur, Kemenperin terus memantau dinamika ekonomi global.
“Dinamika ekonomi global tentu berpengaruh terhadap sektor industri pengolahan nonmigas dari Indonesia. Kondisi ini terus kami pantau, terutama yang sangat berdampak bagi sektor industri, untuk dapat mengambil langkah-langkah strategis dalam mendukung sektor industri,” pungkasnya. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post