ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan kian memacu akselerasi ekspor perikanan dari Papua.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Agus Suherman, mengatakan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Mimika sudah berhasil melakukan ekspor produk kepiting ke pasar Asia Tenggara (ASEAN) seperti Malaysia dan Singapura.
Tercatat pada Desember lalu, sebanyak 476 ekor kepiting senilai Rp 133,28 juta diekspor ke Singapura dan 120 ekor kepiting dengan nilai Rp 33,6 juta ke Malaysia. Sementara pada awal Januari 2020 telah diekspor sebanyak 1.380 ekor kepiting hidup ke Malaysia dengan nilai Rp 386,4 juta.
Menurutnya aktivitas perikanan di SKPT Kabupaten Mimika mulai berdampak pada perekonomian masyarakat setempat.
“Hadirnya SKPT Mimika ini telah memberikan dampak positif dan memiliki efek berganda atau multiplier effect bagi kegiatan ekonomi di sekitar pelabuhan,” kata Agus melalui keterangan tertulis yang diterima, Selasa (4/2/2020).
Selain kepiting, produksi ikan di Papua juga menunjukkan peningkatan signifikan selama periode 2016-2019. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Mimika, volume produksi di SKPT Mimika pada 2016 hanya 4.907 ton, kemudian pada 2018 meningkat signifikan menjadi 20.587 ton, dan sampai November 2019 mencapai 23.999 ton.
Agus juga sempat melihat langsung pemanfaatan bantuan pemerintah berupa kapal penangkap ikan beserta alat tangkapnya, cool box, sarana pengolahan, chest freezer, ice flake machine, gudang beku kapasitas 100 dan 200 ton, kendaraan berpendingin, mobil crane, serta fasilitas tambat labuh kapal kecil.
Pemanfaatan bantuan seperti kapal dan alat penangkap ikan, menurutnya telah berkontribusi dalam menambah volume tangkapan sebesar 14,04 ton pada periode Desember 2018 sampai Agustus 2019.
“Dari laporan dan hasil pengamatan secara langsung, bantuan-bantuan yang kita berikan sudah termanfaatkan secara optimal,” lanjutnya.
Bantuan yang diberikan kepada nelayan juga diyakini ikut mendorong peningkatan pendapatan rata-rata sebesar Rp 2 juta per bulan. Awalnya pada musim udang, nelayan hanya menerima pendapatan sekitar Rp 2,5 juta-Rp 3 juta. Setelah menggunakan bantuan kapal dan alat penangkap ikan menjadi sekitar Rp 4,5 juta – Rp 5 juta per bulan.
Agus menilai keberadaan SKPT Mimika mampu mengintegrasikan proses bisnis kelautan dan perikanan berbasis masyarakat yang sudah mulai berjalan di PPI Pamaoko. Saat ini, sudah ada tiga pelaku usaha yang menampung hasil tangkapan nelayan, yaitu Koperasi Perikanan Mbiti, UD. Arafura dan BUMN Perikanan PT Perikanan Nusantara (Perinus).
“Untuk Koperasi Mbiti selain sebagai offtaker juga sudah menjual es hasil dari Ice Flake Machine. Koperasi ini juga secara kontinyu telah melakukan ekspor udang dari hasil tangkapan nelayan sekitar,” ujarnya.
“Ikan dari nelayan sudah bisa kita beli dengan harga yang lebih bagus. Contoh ikan Mackerel yang sebelumnya 5-6 ribu per kilo, sekarang mampu dibeli oleh BUMN perikanan Perinus dan Koperasi seharga 8-9 ribu,” sambungnya.
Dia menambahkan, Perinus saat ini telah merampungkan dokumen perizinan dan sementara proses sertifikasi ekspor hasil perikanan, sehingga dalam waktu dekat ini akan siap ekspor produk perikanan seperti ikan pelagis kecil, ikan demersal, loin beku, loin segar, kepiting hidup dan udang beku. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post