ASIATODAY.ID, JAKARTA – Presidensi G20 Indonesia tercoreng oleh krisis minyak goreng yang kini tengah dihadapi oleh rakyat di negeri itu. Pasalnya, krisis ini merupakan sebuah ironi di tengah lautan kebun kelapa sawit yang melimpah di Indonesia.
Demikian sorotan keras Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Fadli Zon.
Menurut Fadli, kelangkaan minyak goreng dinilai akibat akumulasi amburadulnya tata kelola sawit di Indonesia. Padahal, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara penghasil minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia.
“Sudah hampir empat bulan masyarakat mengalami kelangkaan minyak goreng. Sebagai penghasil CPO terbesar di dunia, ini sebuah ironi,” ujar Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/2/2022).
Fadli Zon memandang, persoalan minyak goreng yang tak kunjung selesai tidak hanya membuktikan lambatnya penanganan pemerintah, tapi juga menjadi cermin ketidakpekaan terhadap kesulitan masyarakat yang telah tercekik di tengah krisis pandemi.
Fadli yang juga Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR mengatakan, pemerintah tentu memiliki segudang alasan mulai dari naiknya harga CPO di pasar global hingga meningkatnya lonjakan kebutuhan CPO. Namun menurutnya, semua itu hanya alas an klise yang sebenarnya sudah dapat diprediksi.
“Karena tak adanya langkah antisipatif yang tepat, kondisi semakin amburadul. Masyarakatlah yang harus menanggung kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng,” tegasnya.
Dia mengungkapkan, berdasarkan catatan Ombudsman, krisis minyak goreng yang terjadi saat ini di Indonesia tercermin dalam tiga fenomena.
“Yaitu penimbunan stok minyak goreng, pengalihan barang dari pasar modern ke pasar tradisional, dan munculnya panic buying di tengah masyarakat,” jelasnya.
Fadli memahami bahwa sejumlah upaya memang telah dilakukan pemerintah mulai dari subsidi harga minyak goreng, hingga ke pembatasan keran ekspor melalui Domestic Market Obligation (DMO) dan penerapan Domestic Price Obligation (DPO).
Namun, ironisnya kebijakan ini justru kian membuat stok minyak goreng di pasaran semakin terbatas, bahkan langka. Kebijakan subsidi harga yang diterapkan pada kenyataannya gagal karena tak tepat sasaran.
“Konsumsi minyak goreng rumah tangga 61% nya adalah minyak curah, tapi kebijakan yang dilakukan justru subsidi pada minyak kemasan. Artinya kebijakan yang diambil tak nyambung,” sindirnya.
“Ini semua menandakan kebijakan hulu dan hilir yang diterapkan pemerintah tak efektif mengatasi problem kelangkaan minyak goreng,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post