ASIATODAY.ID, JAKARTA – Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengambil keputusan tegas tentang vaksin Covid-19 untuk warga di Filipina.
Duterte menegaskan, negaranya lebih memprioritaskan membeli vaksin Covid-19 produksi China dan Rusia dibandingkan produksi barat.
Menurut Duterte, perusahaan farmasi negara Barat ingin meraup untung di tengah pandemi dengan meminta pembayaran di awal.
“Jika vaksin Rusia dan China sama-sama bagus dan efektif, saya akan membeli produk mereka dulu. Tapi saya ingin pembelian melalui proses penawaran,” kata Duterte Senin malam (14/9/2020) dikutip dari ABS-CBN News.
Duterte menegaskan, Filipina tidak perlu mengemis atau memohon untuk mendapatkan vaksin dari China. Sementara perusahaan negara-negara Barat menginginkan uang muka.
Menurut Duterte, Undang-Undang Reformasi Pengadaan Filipina melarang otoritas atau lembaga untuk membeli barang-barang yang belum diproduksi.
“Jika perusahaan barat itu ada di sini, atau perwakilannya, akan saya tendang keluar,” tegasnya. Namun dia tidak menyebut perusahaan mana yang dimaksud.
Saat ini seluruh negara di dunia sedang berlomba untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Setidaknya ada sembilan perusahaan farmasi yang tengah melakukan uji coba vaksin tahap 3.
Wakil Menteri Kesehatan Maria Rosario Vergeire sebelumnya mengatakan Filipina sedang dalam pembicaraan dengan pengembang vaksin dari Rusia dan China.
Rusia pada Agustus lalu mengumumkan telah menyetujui penggunaan vaksin Sputnik V.
“Gamaleya Institute Rusia sudah menyerahkan dokumennya kepada kami. Kami sudah bisa mereviewnya, panel ahli vaksin, dan komentar sudah kami sampaikan. Jadi kami hanya menunggu tanggapan mereka,” kata Vergeire.
Dia mengatakan vaksin lain masih dalam negosiasi, termasuk dari perusahaan China Sinovac dan Sinopharm.
Perdana Menteri China Li Keqiang sebelumnya telah menjanjikan akses prioritas terhadap vaksin virus corona kepada lima negara Asia Tenggara yang tergabung dalam Kelompok Kerja Lancang-Mekong (LMC).
China juga menjanjikan akses prioritas vaksin ke negara lain seperti tawaran ke Filipina pada Juli, setelah Presiden Rodrigo Duterte mengajukan banding kepada Presiden China Xi Jinping untuk mendapatkan akses ketika vaksin selesai dikembangkan. (ATN)
Discussion about this post