ASIATODAY.ID, JAKARTA – Aktivis tambang PT Freeport mengeruk mineral di bumi Papua, kini menjadi pengalaman pahit bagi Indonesia.
Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, lebih dari 50 tahun beroperasi Freeport tidak memberikan nilai tambah bagi Indonesia.
Menurut Luhut, selama ini Freeport hanya melakukan penggalian dan langsung mengekspornya dalam bentuk barang mentah atau row material. Akibatnya hasil yang didapatkan oleh Indonesia pun sedikit.
“Bisa anda bayangkan Freeport operasi 55 tahun di Indonesia ada enggak nilai tambahnya? Kan enggak ada. Kita hanya menerima hasil ekspor row materialnya,” kata Luhut dalam webinar bertema investasi di tengah pandemi, Sabtu (25/7/2020).
Luhut mengatakan apabila tembaga tersebut diolah bisa menghasilkan berbagai macam produk turunan. Namun hal ini tidak pernah dikerjakan di tanah air dan teknologinya tidak pernah dikuasai padahal sumber dayanya melimpah.
Oleh karenanya kata Luhut, pemerintah tidak ingin hal tersebut terulang sehingga pemerintah ingin agar kali ini upaya hilirisasi benar-benar dilaksanakan, terutama untuk nikel. Sama seperti tembaga, nikel pun selama ini juga diekspor dalam bentuk mentah.
Ekspor bijih nikel di 2018 dengan volume 19,25 juta ton hanya menghasilkan nilai USD612 juta. Satu tonnya dihargai USD31. Sedangkan setelah diproses menjadi stainless steel slab dengan volume 3,85 juta ton nilai ekspornya menjadi 10 kali lipanya USD6,24 miliar atau USD1.602 per ton.
Luhut mengungkapkan, itupun masih ada produk turunannya lagi apabila diolah akan menghasilkan lithium battery. Ini merupakan peluang apalagi Indonesia memegang 40 persen cadangan nikel di dunia dan menjadi nomor satu di dunia.
Luhut memandang, hilirisasi nikel yang tengah dilakukan pemerintah saat ini bisa menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dunia baterai lithium.
“Hilirisasi nikel ini, kita kembangkan sampai ujungnya baterai dan keperluan lain. Kita akan jadi pemain utama lithium baterai ini,” ujarnya.
Luhut menegaskan, Indonesia akan terus mendorong pengembangan baterai lithium untuk kendaraan listrik. Sebab pada 2030 nanti, Eropa akan mewajibkan semua kendaraan berbasis listrik.
“Itu kan tinggal 10 tahun lagi dari sekarang. Nah itu yang kita target. Pada 2025-2027 juga mereka terapkan berapa puluh persen harus pakai electric car. Kita pun secara bertahap akan pakai electric car,” katanya.
Selain menjadi pemain utama dunia bahan baku baterai lithium, penggunaan kendaraan listrik juga berdampak pada pengurangan impor minyak karena berkurangnya kendaraan berbasis energi fosil.
“Kita akan jadi pemain ini,” tegasnya. (ATN)
Discussion about this post