ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau bergolak pada pada Kamis (6/8) siang. Petugas gabungan dari Polri, TNI, Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP terlibat bentrok dengan warga Rempang hingga mengakibatkan sejumlah orang terluka.
Bentrok terjadi saat pengukuran untuk pengembangan kawasan Rempang Eco-City oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam. Pasalnya, perusahaan asal China Xinyi Group akan membangun fasilitas hilirisasi pasir kuarsa atau pasir silika di kawasan Pulau Rempang, dengan nilai investasi mencapai Rp 381 triliun hingga tahun 2080.
Banyak pihak menyoroti insiden ini karena dialog gagal dibangun. Selain mengorbankan rakyat disana, rencana investasi itu pun terancam.
Anggota DPR RI Saleh Partaonan Daulay mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan rencana pengembangan kawasan Rempang secara arif dan bijaksana.
“Seluruh struktur pemerintahan dari pusat sampai daerah diharapkan ikut serta dalam menciptakan stabilitas, keamanan, kedamaian, kenyamanan, dan ketertiban seluruh anggota masyarakat,” kata Saleh kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (15/9/2023).
Dalam penanganan kasus Rempang, lanjut Saleh, pemerintah seharusnya mengutamakan perlindungan warga negara. Seharusnya, bentrokan antara warga dan pihak keamanan harus dihindari. Sebab, dalam setiap bentrokan akan menimbulkan persoalan-persoalan baru yang biasanya lebih sulit untuk ditangani.
“Rencana investasi besar di kawasan Rampang bisa saja akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di sana. Tetapi harus diingat, bahwa tujuan investasi haruslah diarahkan bagi kesejahteraan rakyat,” imbuh Ketua Fraksi PAN DPR RI ini.
Menurut Saleh, Pemerintah harus memastikan tidak boleh ada anggota masyarakat yang berduka dan bersedih atas masuknya investasi ke daerah mereka. Terlebih, investasi tersebut berasal dari luar negeri.
“Isu penggusuran dan pemaksaan realokasi harus dihindari. Isu seperti itu sangat tidak produktif dalam menyelesaikan masalah yang ada. Terbukti dapat memicu berbagai penolakan dan protes di masyarakat,” ungkap Anggota Komisi IX DPR RI ini.
Dalam menyampaikan aspirasi dan memperjuangkan hak-haknya, kata Saleh, setiap warga negara harus dilindungi. Penyampaian pendapat secara terbuka merupakan hal yang sah dan diperbolehkan konstitusi dan fondasi utama sebagai negara demokrasi.
“Karena itu, fraksi PAN mengecam keras setiap tindak kekerasan dan represif yang dilakukan oleh aparat dalam mengamankan jalannya unjuk rasa dan demonstrasi. Aparat harus bekerja profesional, adil, dan tetap menjaga netralitas,” ujar Saleh.
Ia menekankan, upaya dialog dan musyawarah harus selalu dikedepankan. Sehingga, warga yang melakukan protes dan demonstrasi harus didengar. Dengan begitu, apa yang mereka inginkan bisa diketahui dengan benar.
Oleh karena itu,ia juga mendesak pemerintah untuk menghentikan sementara rencana pengembangan kawasan Rempang tersebut. Langkah yang perlu dilakukan saat ini adalah menemui dan berdiskusi dengan masyarakat.
Ia mengharapkan, Pemerintah menyampaikan secara terbuka kepada semua pihak terkait dengan rencana investasi yang akan masuk. Serta bagaimana agar hak-hak masyarakat bisa tetap terjaga dan kehidupan mereka sehari-hari tidak terganggu.
“Kepastian soal ini sangat penting. Kalau tidak jelas, kami khawatir penolakan akan terus terjadi. Akibatnya, akan muncul lagi protes dan demonstrasi yang bermuatan kekerasan. Semua pihak pasti tidak menginginkan hal tersebut,” pungkas Saleh.
Respon Komnas HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut merespon kerusuhan ini. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro menyayangkan tindakan tersebut dan meminta agar aparat dan warga setempat lebih mengutamakan dialog. Selain itu, warga yang telah tertangkap aparat saat kerusuhan, diminta untuk membebaskannya.
Terkait anak-anak yang juga menjadi korban akibat gas air mata, Komnas HAM meminta pemerintah untuk menangani dan melakukan pemulihan. Sedangan warga Rempang yang terlibat kerusuhan diminta untuk menjaga ketenangan agar tidak memperkeruh konflik.
Pakar hukum Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Noor Fatimah SH MH. sependapat dengan pernyataan Komnas HAM itu.
“Kisruh antara masyarakat kawasan Rempang, Kepulauan Riau dengan aparat sangatlah disayangkan. Senada dengan apa yang disampaikan oleh Ketua Komnas HAM RI, seharusnya proses dialogis lebih dikedepankan,” ungkap Dr Fatimah, dikutip Sabtu (16/9/2023).
Dalam kerusuhan, tambah ketua program studi Hukum Umsida ini, juga diperlukan sosialisasi dengan warga hingga benar-benar matang sebelum pemasangan patok tersebut dilakukan. Tentu hal ini bisa dijadikan cara agar tidak sampai menimbulkan kericuhan.
Status PSN
Menurut ahli hukum Umsida ini, bentrok di Rempang seharusnya dapat dicegah jika pemerintah daerah menempatkan Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat.
“Jika PSN sebelumnya sudah memetakan aspek epistemologis, ontologis, dan aksiologis terkait pro kontra yang ada di masyarakat harusnya kasus bisa terdeteksi lebih dini,” imbuhnya.
Tapi sayangnya, proyek di Rempang ini merupakan PSN yang bermasalah. Proyek ini tidak pernah dibicarakan serius dengan warga Rempang yang terdampak, dan hal ini kerap terjadi di tiap PSN di Indonesia. Aparat juga selalu bersikap berlebihan dalam menghadapi masyarakat.
“Namun, kisruh telah terjadi. Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu melalui mediasi yang dilakukan Komnas HAM RI harus dioptimalkan sebagai sarana mencari solusi terbaik,” pungkas Dr Noor Fatimah.
Beda Versi Presiden dan Gubernur
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai kerusuhan yang terjadi di Pulau Rempang terjadi karena komunikasi pemerintah yang kurang baik dengan warga. Namun Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad menepis hal itu. Ia mengatakan konflik tersebut terjadi bukan karena buruknya komunikasi.
“Sebenarnya begini, bukan buruk (komunikasi), bukan,” ujar Ansar Ahmad Rabu.
Menurut dia, bentrok yang terjadi lebih karena belum ada formulasi yang pas untuk merelokasi warga.
“Tapi kita semua masih meraba-raba dan mencari format yang pas. Angka-angka yang pas, karena BP Batam yang akan membelanjakan uang ini, maka mesti ada referensi hukum untuk itu semua,” ungkapnya.
Ansar menyebutkan setelah mendapatkan formulasi dan payung hukum untuk merelokasi masyarakat Rempang, Galang, Kota Batam nantinya sosialisasi akan dilakukan secara masif. Ia berharap pasca sosialisasi tersebut suasana bisa lebih kondusif.
“Makanya sekarang kita akan lakukan sosialisasi lebih masif. Mudah-mudahan ke depannya lebih kondusif dan tidak terjadi kericuhan seperti lalu,” ujarnya.
Ansar juga menerangkan Pemprov Kepri bersama Forkopimda Provinsi dan Kota Batam juga akan berkomunikasi dengan pemerintah pusat. Hal itu agar pemerintah pusat mengirimkan fasilitator membantu pemerintah daerah menjawab keresahan masyarakat.
“Kita akan berkomunikasi dengan pemerintah pusat, agar pemerintah pusat juga bisa mengirimkan tim fasilitator bersama kita, supaya kolaborasi pemerintah pusat, Pemprov, Pemkot. Saya kira upaya ini bisa menjawab keresahan warga bersama,” ujarnya.
Campur Tangan Asing?
Sementara itu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menilai konflik tersebut muncul akibat sosialisasi yang belum berjalan dengan baik.
“Dugaan saya, pertama, sosialisasinya belum berjalan baik. Itu harus diakui dan Bapak Presiden (Joko Widodo) memerintah saya turun langsung,” ujar Bahlil dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu (13/9/2023) yang dipantau dari laman YouTube Komisi VI DPR RI Channel, Sabtu (16/9/2023).
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Bahlil menceritakan awal mula terjadinya konflik di Pulau Rempang. Menurut Bahlil, konflik yang muncul seperti di Pulau Rempang tak hanya sekali terjadi di Indonesia. Bahkan, konflik selalu muncul saat Indonesia memiliki proyek besar yang akan digarap.
“Setiap kita mau bangun apa saja, ada aja (muncul masalah),” ujarnya.
Bahlil lantas menyoroti orang asing yang menunjukkan sikap tak suka melihat Indonesia bergerak lebih maju.
“Ada juga kemarin viral bule-bule di TikTok yang ngomong soal itu, itu merisaukan. Ngapain bule ngurusin negara kita, ada apa di situ?” ucap Bahlil.
Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan bahwa separuh dari warga di Pulau Rempang tidak memiliki hak atas tanah di kawasan tersebut. Bahkan menurut dia, Rempang sebenarnya sudah dikerjasamakan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (PB Batam) ke PT Makmur Elok Graha (MEG) sejak 2002 atau 2003 silam. Namun, dia mengaku tidak tahu-menahu tentang kerja sama tersebut.
Bahlil mengatakan kunjungan terakhirnya ke Rempang pada Agustus 2023 untuk menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Xinyi Group. Penandatanganan tersebut terjadi karena dia melihat ada potensi yang signifikan, lapangan kerja, hingga keberlangsungan kontraktor dan supplier yang bisa diklaim anak-anak bangsa.
Bahlil juga mengaku sempat bertemu dengan warga dan pejabat setempat untuk berbicara tentang proyek hilirisasi tersebut.
“Pada awal Agustus belum kacau begini. Saya menemui warga dan bicara. Kurang lebih ada 3.000 kartu Keluarga (KK) dan 16 kampung tua. Saya datang bukan katanya, saya datang di kampung itu, duduk di kantor kecamatannya,” papar Bahlil.
Dari pertemuan tersebut, Bahlil mengetahui bahwa sebagian warga Rempang memiliki hak atas tanah tempat tinggalnya. Namun, sebagian warga lain yang merupakan pendatang tidak memiliki hak alas dalam bentuk apapun.
Pasalnya, Nyat Kadir yang kala itu menjabat sebagai wali kota Batam periode 2001-2005 tidak lagi menerbitkan izin hak kepada warga baru setelah 2004.
“Pemerintah waktu kita merumuskan antara Pemda Batam yang notabene ex-officio kepala BP Batam, gubernur, dan sebagian Forkopimda, analisisnya karena sebagian yang tinggal di situ tidak punya alas hak, berarti tanah itu dikuasai negara lewat BP Batam,” jelas Bahlil.
Meski sebagian lahan di kawasan tersebut dikuasai negara, namun Bahlil mengatakan tidak ingin menggusur warga setempat begitu saja. Oleh karena itu, pemerintah pun memberikan solusi untuk masyarakat dengan kompensasi berupa tanah 500 meter persegi dan rumah tipe 45 yang sudah diberikan alas hak berbentuk sertifikat.
Selama masa pembangunan rumah itu, kata Bahlil, warga yang terdampak akan diberikan uang tunggu untuk mengontrak tempat tinggal. Tetapi, belum selesai perhitungan untuk besaran uang tunggu dilakukan, keadaan sudah memanas.
“Memang ada aspirasi lain jangan Rp 1,03 juta per orang (untuk uang tunggu), ada mintanya agak naik, saya kan belum menghitung baik dengan tim, tapi kondisinya sudah kayak begini,” kata Bahlil.
Hal senada disampaika Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto yang sebelumnya menegaskan bahwa lahan tinggal sebagai pemicu kericuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU).
Lahan yang akan dijadikan lokasi Rempang Eco City seluas 17 ribu hektare tersebut, kata Hadi, merupakan kawasan hutan dan dari jumlah itu, sebanyak 600 hektare merupakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Hadi menjelaskan, sebelum terjadi konflik di Pulau Rempang, pemerintah telah melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat. Hasilnya, hampir 50 persen dari warganya menerima usulan tersebut.
Pemerintah juga menawarkan mencarikan tempat tinggal baru atau relokasi yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakat yakni sebagai nelayan. Selain itu, pemerintah menyiapkan Hak Guna Bangunan (HGB) pada lahan seluas 500 hektare yang lokasinya dekat dengan laut untuk memudahkan dalam mencari nafkah.
Warga Membantah
Sementara itu, warga Pulau Rempang membantah pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, yang menyebutkan lahan yang mereka tempati tak tergarap selama ini. Bahkan mereka berani membuktikan masyarakat sudah menempati pulau Rempang selama berpuluh-puluh tahun.
Warga sebenarnya tidak menolak pembangunan proyek Rempang Eco-City. Hanya saja, mereka meminta agar pemerintah tidak melakukan penggusuran terhadap 16 kampung tua yang ada di sana.
Siapa Xinyi Group?
Xinyi Group adalah sebuah perusahaan multinasional yang berbasis di Hong Kong, China, dan memiliki wilayah operasi di seluruh dunia. Perusahaan ini adalah salah satu produsen kaca terbesar, dengan berbagai produk kaca yang digunakan dalam sektor otomotif, konstruksi, dan energi.
Perusahaan yang didirikan oleh Yin Yee Lee pada November 1988 ini beroperasi melalui segmen bisnis kaca apung, kaca mobil, dan kaca arsitektur. Saat ini Xinyi Group memiliki 13 Taman Industri, 22 ribu karyawan global, yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana termutakhir.
Berdasarkan data Pemerintah Indonesia, Xinyi Group merupakan induk dari perusahaan Xinyi Glass, Xinyi Solar, Xinyi Energi, dan Xinyi Electric Storage. Total aset yang dimiliki Xinyi Group adalah sekitar US$ 15,3 miliar dengan total nilai pasar sebesar US$ 30 miliar.
Sebagai salah satu perusahaan besar, Xinyi Group berfokus pada dua lini bisnis, yakni produsen kaca dan energi terbarukan. Pada sektor produsen kaca, Xinyi memproduksi kaca apung, kaca otomotif, kaca arsitektur, dan kaca surya. Sementara pada sektor energi baru, Xinyi memiliki lahan solar farm, silikon industri, polisilikon, film surya, industrial ES, civil ES, dan tenaga surya atap.
Berikut profil bisnis dari perusahaan di bawah Xinyi Group adalah sebagai berikut:
- Xinyi Glass Holdings Limited
Perusahaan ini didirikan pada 1988 dan berkantor pusat di Hong Kong, China. Xinyi Glass Holdings Limited terdaftar di Bursa Efek Hong Kong pada Februari 2005 dengan kode saham 00868 HK. Sebagai salah satu produsen kaca terintegrasi, Xinyi Glass berkomitmen pada produksi kaca float, kaca mobil, dan kaca arsitektur hemat energi berkualitas tinggi, serta memiliki jaringan penjualan yang mencakup lebih dari 130 negara dan wilayah di seluruh dunia.
Setelah lebih dari 35 tahun pengembangan, Xinyi Glass telah mendirikan 12 basis manufaktur domestik di zona ekonomi paling aktif di Tiongkok. Xinyi Glass juga secara aktif mempromosikan globalisasi bisnisnya dan terus meningkatkan tata letak strategis global, serta telah mendirikan basis manufaktur luar negeri di Malaka, Malaysia.
Xinyi Glass, dengan kapitalisasi pasar lebih dari HK$ 51,6 miliar, kini memiliki total kawasan industri seluas lebih dari 9,15 juta meter persegi dan lebih dari 15 ribu karyawan serta pendapatan lebih dari HK$ 12,6 miliar pada paruh pertama tahun 2023.
- Xinyi Solar
Xinyi Solar adalah produsen kaca fotovoltaik yang terdaftar di Bursa Efek Hong Kong pada 12 Desember 2013 dengan kode saham 00968 HK. Perusahaan ini berspesialisasi dalam produksi kaca fotovoltaik serta pengembangan dan konstruksi pembangkit listrik tenaga surya.
Produk utama Xinyi Solar meliputi ultra-kaca solar bermotif bening (mentah dan temper), kaca pelapis anti refleksi dan kaca belakang. Saat ini, Xinyi Solar memiliki enam basis produksi kaca fotovoltaik yang berlokasi di berbagai wilayah di China. Selain itu, ada juga basis manufaktur Xinyi Solar luar negeri yang berlokasi di Malaka, Malaysia.
- Xinyi Energy
Xinyi Energy adalah operator pembangkit listrik tenaga surya terkemuka di Tiongkok, dan tercatat di Papan Utama Bursa Efek Hong Kong pada 28 Mei 2019 dengan kode saham 03868 HK. Pada tanggal 30 Juni 2023, total kapasitas yang dioperasikan dan dikelola oleh Grup adalah sekitar 4,6GW.
Perusahaan ini mengoperasikan 36 proyek pembangkit listrik tenaga surya skala utilitas dengan total kapasitas yang disetujui sebesar 3.314MW. Diharapkan, proyek ini dapat menyediakan sekitar 3,2 miliar kWh listrik bersih, setara dengan pengurangan emisi karbon dioksida (CO2) sekitar 2,64 juta ton dan menghemat sekitar 960.128 ton batu bara standar setiap tahun.
Dengan pengalaman manajemen yang kaya, portofolio aset berkualitas tinggi, operasi keuangan yang stabil, dan model pembangunan ramah lingkungan, Xinyi Energy mengoperasikan pembangkit listrik tenaga surya yang berlokasi di wilayah maju secara ekonomi di China Tengah, Timur, dan Selatan, seperti Provinsi Anhui, Provinsi Hubei, Provinsi Henan, Provinsi Fujian, Provinsi Guangdong, dan Kota Tianjin.
- Xinyi Electric Storage Holdings Limited
Ini adalah salah satu dari empat emiten Xinyi Group yang memiliki kode saham 08328 HK. Perusahaan ini mengikuti kebijakan strategis nasional yang menganjurkan perbaikan struktur energi dan berkomitmen pada pengembangan energi baru. Dengan R&D yang inovatif, Xinyi Electric Storage Holdings Limited berhasil menyediakan R&D dan pembuatan sel baterai LFP, serta penyimpanan energi sistem sesuai kebutuhan.
Perusahaan ini memiliki kapasitas produksi sel baterai hitam lithium dan sistem baterai sebesar 2,3 miliar Wh. Adapun produk-produknya dapat digunakan secara luas di bidang penyimpanan tenaga surya, penyimpanan energi industri, tenaga energi konsumen, forklift UPS, kendaraan berkecepatan rendah, pasukan listrik portabel, dan lain sebagainya. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post