ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pandemi wabah coronavirus (Covid-19) mengakibatkan puluhan ribu buruh dan tenaga kerja di Indonesia, kini harus jadi pengangguran. Mereka kehilangan pekerjaan akibat mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
DI Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tercatat 14.529 pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Menurut Kepala Badang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja, Disnakertrans DIY Ariyanto Wibowo, dari 14.055 itu merupakan pekerja formal dan 474 lainnya merupakan pekerja informal.
Data pekerja yang mengalami PHK tersebut berasal dari perusahaan-perusahaan yang melakukan PHK maupun merumahkan pekerja yang telah melapor kepada Dinas terkait.
“Alasan dari PHK tersebut lantaran perusahaan yang bersangkutan terdampak Covid-19,” jelas Ariyanto, Senin (6/4/2020).
Berdasarkan data tersebut, para pekerja yang mengalami PHK umumnya bekerja di industri perhotelan.
Sementara di Jepara, Jawa Tengah, sebanyak 2.184 karyawan dari sejumlah perusahaan juga mengalami nasib serupa.
Kepala Dinas Koperasi, UKM, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Jepara, Eriza Rudi Yulianto, mengatakan ribuan karyawan itu berasal dari 19 perusahaan diberbagai bidang.
“Hingga Sabtu, 4 April 2020, karyawan yang sudah lapor kepada kami melalui desa dan portal sebanyak 1.219 orang,” ujar Eriza, Senin (6/4/2020).
Selama dirumahkan, kata dia, karyawan masih menerima gaji dari perusahaan. Besaran gaji yang diterima berdasarkan kesepakatan kedua pihak. Setelah pandemik covid-19 berakhir, karyawan akan kembali bekerja.
“Untuk karyawan yang terkena PHK sebanyak 62 orang. Lalu PMI (pekerja migran Indonesia) yang dipulangkan ada 7 orang,” jelasnya.
Pengurangan karyawan dilakukan perusahaan lantaran mengalami penurunan produksi. Itu karena perusahaan kesulitan mendapatkan bahan baku dan beberapa negara tujuan ekspor belum menerima kiriman barang.
Sementara di Kota Bandung, sebanyak 284 pekerja jdari berbagai perusahaan juga mengalami nasib serupa.
“Data sementara itu dari 6 perusahaan, 5 diantaranya hotel dan satu perusahaan produksi,” terang Kepala Disnaker Kota Bandung, Arief Syaifudin, Senin (6/4/2020).
Berdasarkan data Disnaker Kota Bandung, 284 pekerja tersebut yakni 36 orang pekerja di Hotel 88 Bandung Kopo, PT Multi Rezeki Tama selaku perusaan produksi sebanyak 20 orang.
Selain itu terdapat 34 orang pekerja di Hotel Amaris Cihampelas pun terpaksa dirumahkan, PT Amaris Internasional 19 orang, Hotel El Royale Bandung 96 orang, Aston Braga Hotel & Residence sebantak 79 orang di PHK.
“Ini masih data sementara, kemungkinan masih terus berubah berdasarkan laporan dari masing-masing perusahaan,” jelas Arief.
Pemerintah harus Hentikan PHK
Gelombang PHK juga terjadi di DKI Jakarta. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, berdasarkan Data Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta menunjukkan 162.416 pekerja telah melapor di-PHK dan dirumahkan.
Dari 162.416 pekerja tersebut kata Iqbal , mereka telah melapor di-PHK dan dirumahkan. Rinciannya, 30.137 pekerja dari 3.348 perusahaan di-PHK, sementara 132.279 pekerja dari 14.697 perusahaan dirumahkan tanpa upah.
“Ini masalah besar. Kekhawatiran KSPI tentang PHK besar-besaran ini terbukti,” terang Said Iqbal dalam keterangan tertulis yang diterima Senin (6/4/2020).
Menurut Said Iqbal, jika tidak ada upaya sungguh-sungguh dari pemerintah untuk mencegah gelombang PHK, situasi ini akan merembet pada sejumlah industri.
Said memproyeksikan, dalam dua bulan ke depan industri otomotif, komponen otomotif, komponen elektronik, tekstil, garmen, dan sepatu juga bakal melakukan efisiensi dengan mengurangi pekerja.
“Kita memproyeksikan di DKI akan ada penambahan jumlah pekerja yang di-PHK dari perusahaan garmen dan tekstil yang ada di wilayah Pulogadung, Cakung, Cilincing, hingga Marunda. Apalagi juga ada kabar, di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, saat ini sudah ribuan buruh ter-PHK,” urainya.
Dalam upaya mengatasi ini, KSPI menyerukan kepada pemerintah dan juga perusahaan untuk melakukan beberapa hal.
Pertama, saat ini waktu yang tepat untuk menurunkan biaya produksi dari perusahaan swasta yang bersangkutan, dengan meliburkan buruh dengan tetap membayar upah penuh. Namun, agar produksi bisa tetap berjalan, karyawan bisa libur secara bergilir sehingga ada penghematan listrik, cattering, dan sebagainya.
Selain itu, dengan memberi bantuan secara tunai kepada buruh, pengemudi transportasi online, dan masyarakat kecil yang lain. Ini seperti yang dilakukan di Inggris. Di sisi lain, kebijakan ini akan membantu dunia usaha, karena sebagian dari upah pekerja disubsidi oleh pemerintah.
“Pemerintah juga perlu mendesak BPJS Ketenagakerjaan untuk mengeluarkan dana cadangan dari bunga deposito dana peserta dan dana JKK untuk membantu para buruh yang terdampak,” jelasnya.
Langkah selanjutnya, menurunkan harga BBM premium bisa membuat masyarakat menengah ke bawah termasuk para buruh meningkat daya belinya. Termasuk berkaitan dengan harga gas industri segera diturunkan, agar ongkos produksi pabrik bisa turun.
Sementara itu, dari tataran industri dan pengusaha, memberikan insentif kepada industri pariwisata, ritel, dan industri lain yang terdampak, agar mereka bisa bertahan di tengah-tengah pandemi covid-19.
Misalnya dengan menghapus bunga pinjaman bank bagi pengusaha di sektor pariwisata atau menghapus pajak pariwisata, memberikan kelonggaran cicilan hutang untuk menunda selama setahun tidak membayar cicilan.
Kemudian, jika masalahnya adalah bahan baku yang tidak tersedia karena negara pemasok melakukan lockdown akibat pandemi corona, pemerintah segera membuat regulasi berupa kemudahan impor bahan baku, khususnya untuk industri padat karya.
Misalnya dengan menerapkan bea masuk impor nol rupiah dan tidak ada beban biaya apapun kepada barang impor. Karena bisa jadi, dalam situasi sulit ini, industri akan mencari bahan baku dari negara yang belum terkena corona.
“Pemerintah harus mengendalikan kebijakan fiskal dan moneter agar nilai tukar rupiah tidak semakin melemah dan indeks saham gabungan tidak anjlok,” tandasnya. (AT Network)
Discussion about this post