ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia merupakan yang termurah di Asia Tenggara (ASEAN) bahkan jika dibandingkan dengan beberapa negara di dunia.
Namun untuk jenis Solar CN 51 Indonesia belum termasuk yang termurah.
Data per 1 Mei 2020, harga Solar CN 51 di Indonesia berkisar Rp9.850 hingga Rp10.200 per liter. Singapura sebesar Rp17.450 per liter, Malaysia sebesar Rp4.815, Thailand sebesar Rp9.793 per USD. Sedangkan Vietnam memberikan harga berkisar Rp6.398 hingga Rp6.521.
Sementara di Filipina BBM jenis Solar CN 51 diperdagangkan pada harga Rp10.103 per USD. Di Laos, Myanmar dan Kamboja masing-masing memberikan tarif harga pada Rp13.103, Rp4.610 dan Rp9.850 per liter.
“Kalau solar, Indonesia memang lebih tinggi, tapi kita sudah pertahankan harganya cukup lama pada saat harga di negara lain jauh lebih tinggi,” jelas Arifin dalam rapat kerja secara virtual bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Senin (4/5/2020).
Berdasarkan data yang dipapatkan oleh Kementerian ESDM, beberapa harga BBM yang lebih murah dibanding negara lain di ASEAN antara lain untuk bensin RON 95. Indonesia menerapkan harga Rp9.650 per liter, sementara Singapura Rp21.317 per liter.
Malaysia memberikan harga Rp4.299 per liter, ini karena pemerintahnya memberikan subsidi untuk penggunaan Bensin RON 95. Kemudian Thailand menerapkan harga Rp11.302 per liter, Vietnam sebesar Rp7.812 per liter, Filipina sebesar Rp12.532 per lier.
Untuk Laos, Myanmar dan kamboja masing-masing menerapkan harga Rp16.122, Rp4.506 dan Rp9.850 per liter.
Selain untuk Bensin RON 95, Kementerian ESDM juga mencatat perbedaan harga pada
Harga BBM tidak Turun
Menurut Arifin Tasrif, alasan pemerintah belum juga menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) di tengah penurunan harga minyak dunia, karena harga minyak dunia dan kurs yang belum stabil.
“Pemerintah masih menjaga harga tetap karena harga minyak dunia dan kurs masih tidak stabil serta dapat turun,” jelasnya.
Menyikapi kondisi ini, badan usaha telah melakukan aksi korporasi antara lain memberikan diskon terhadap pelanggan.
“Dan dipikirkan juga para nelayan yang menggunakan solar dan LPG di daerah yang memang kesulitan biaya kerjanya,” jelasnya.
Pemerintah terus memantau perkembangan harga minyak dunia yang belum stabil atau memiliki volatilitas yang cukup tinggi. Selain itu, pemerintah juga menunggu pengaruh dari pemotongan produksi OPEC+ sekitar 9,7 juta barel per hari pada Mei – Juni 2020.
“Kita juga mengamati rencana pemotongan sebesar 7,7 juta barel per hari pada Juli hingga Desember 2020 serta 5,8 juta barel per hari pada Januari 2021 hingga April 2022,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post