• Tentang Kami
  • Tim Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Karir
  • Kontak
AsiaToday.id
  • Home
  • News
  • Business
  • Energi Hijau
  • Travel
  • Event
  • Sains & Lingkungan
  • Korporasi
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Business
  • Energi Hijau
  • Travel
  • Event
  • Sains & Lingkungan
  • Korporasi
No Result
View All Result
AsiaToday.id
No Result
View All Result

Hari-hari Terakhir Gletser Tropis Asia, di Puncak Jaya Papua

Redaksi Asiatoday by Redaksi Asiatoday
December 5, 2020
in Sains & Lingkungan
3 min read
0
Hari-hari Terakhir Gletser Tropis Asia, di Puncak Jaya Papua

Puncak Jaya Papua. Foto: Kanumea Murib

2.5k
SHARES
2.5k
VIEWS
62 / 100
Powered by Rank Math SEO

ASIATODAY.ID,  JAKARTA – Ketika laju Perubahan iklim tak lagi terbendung, hari-hari terakhir Gletser abadi di Puncak Jaya Papua sudah didepan mata.

Perlahan namun pasti, pemanasan global telah melelahkan lapisan es di kawasan puncak tertinggi Indonesia itu.

Gletser yang berada di Taman Nasional Lorentz di provinsi Papua adalah gletser tropis terakhir di Asia. Beberapa orang menyebutkan ‘Gletser Keabadian’ yang meski tentu tidak akan bisa bertahan lama.

RelatedPosts

UNESCO Apresiasi Accor dan Expedia Dukung Pariwisata Berkelanjutan di Dunia

Indonesia Libatkan Para Ahli Teliti Penyebab Mamalia Laut Terdampar Massal

Indonesia Dikecam Malaysia dan Singapura Akibat Asap Karhutla

Jerman Gelontorkan Rp41,25 Triliun untuk Indonesia Bangun Infrastruktur Hijau

Ilmuwan Temukan ‘Gliese’, Planet Mirip Bumi yang Cocok untuk Studi

“Bahkan, sebagian orang Indonesia tidak mengetahui bahwa kita memiliki gletser. Es-nya sudah mencair sejak revolusi industri,” terang Donaldi Permana, peneliti senior di Biro Meteorologi Indonesia BMKG seperti dikutip dari ABC, Sabtu (5/12/2020).

Menurut Dr Donaldi, Puncak Jaya memang tidak ada es dipuncaknya, namun di sekitarnya ada beberapa lapisan es yang dulunya adalah satu gletser besar.

Gletser tropis adalah salah satu indikator perubahan iklim paling sensitif. Kini jumlahnya semakin sedikit yang tersisa di dunia. Selain di Papua, gletser tropis juga ada di Amerika Selatan dan Afrika.

Sedangkan Puncak Jaya adalah gunung tertinggi di Indonesia, puncak tertinggi antara pegunungan Himalaya dan Andes.

Pada ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut, penurunan suhu dan hujan berubah menjadi salju, selanjutnya akan membentuk es dan memadat menjadi gletser.

Indonesia adalah salah satu wilayah terbasah di bumi, dan hujan turun di kawasan Papua hampir 300 hari dalam setahun.

Akan tetapi suhu yang memanas membuat hujan tidak lagi berubah menjadi salju. Akibatnya, gletser mencair dari atas dan bawah.

“Kami menyebutnya pelelehan basal, mencair dari dasar. Saat daerah yang lebih gelap di sekitar gletser membesar, maka gletser akan menyerap lebih banyak radiasi matahari, sehingga semakin hangat,” jelas Dr Donaldi.

Lebih lanjut dia menjelaskan, tak hanya itu saja, tanah di mana gletser berada tidak datar, sehingga es dapat meluncur ke bawah lebih cepat.

Proses mencairnya es yang cepat tersebut terlihat dari data grafis penyusutan luasan wilayah gletser dari tahun 1850-2018.

Tahun 1850: luas gletser 19,3 km2

Tahun 1972: luas gletser 7,3 km2

Tahun 2018: luas gletser 0,5 km2

Para ilmuwan memperkirakan bahwa gletser Puncak Jaya akan benar-benar menghilang pada tahun 2026, tetapi diprediksi kemungkinan bisa punah atau menghilang pada tahun 2021. Ini menjadi petunjuk penting bagaimana perubahan iklim Bumi semakin dekat.

Usia Gletser Papua

Untuk diketahui, bahwa gletser Papua di Taman Nasional Lorentz adalah satu dari tiga gletser tropis yang tersisa di Bumi.

Gletser tropis di pegunungan Andes di Peru dan beberapa gunung yang tersebar di benua Afrika, luasannya juga semakin menyusut.

Akan tetapi, karena Puncak Jaya adalah yang paling rendah dibandingkan gletser tropis lainnya, maka kemungkinan akan menjadi yang pertama menghilang dari planet ini.

Setiap gletser memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh lingkungannya. Saat musim kemarau di Afrika dan Amerika Selatan, debu dikumpulkan oleh hujan dan akhirnya berubah menjadi salju.

Apabila lapisan gletser diiris seperti kue, maka akan terlihat lapisan debu yang terkumpul tahunan dan ini bisa digunakan untuk menghitung usia gletser tersebut.

“Inti es Peru berumur sekitar 1.800 tahun, dan Afrika bisa kembali ke 11.000 tahun yang lalu. Tapi (gletser) Papua, karena selalu hujan, kita tidak bisa menghitungnya (usia) dengan mudah,” kata Dr Donaldi.

Dr Donaldi akhirnya mencoba mengekstraksi inti es dari gletser Papua yang dilakukannya pada tahun 2010 lalu. Lapisan es sepanjang 32 meter dibor sampai ke dasar.

“Tadinya, kami pikir bisa menemukan fosil daun atau serangga untuk menghitung usianya. Tetapi kami hanya menemukan satu indikator waktu,” ungkap Dr Donaldi.

Dia menjelaskan, pada kedalaman 24 meter, dia menemukan endapan trilium yang terkait dengan uji coba nuklir.

Uji coba nuklir pada tahun 1964 pernah dilakukan Uni Soviet dan China, dengan menghujani Bumi dengan tritium dan meninggalkan jejaknya di permukaan es.

Namun demikian, apa yang terjadi pada Puncak Jaya Papua saat ini, diperkirakan sisa-sia gletser sudah ada kurang lebih 5.000 tahun, dan sudah banyak yang mencair.

“Pada kedalaman 32 meter, terkait dengan tahun 1920-an, jadi kita dapat mengatakan gletaer itu berusia sekitar 90 tahun,” jelas Dr Donaldi.

Kendati demikian, lapisan gletser tropis Papua yang semakin mencair membuat peneliti semakin sulit memperkirakan berapa usianya.

Di kawasan gletser tropis Papua ini kata Dr Donaldi, hidup sekelompok suku yang meyakini bahwa gletser tersebut adalah tempat suci.

Masyarakat adat setempat percaya bahwa salju adalah dewa mereka. Menghilangkan es di puncak gunung salju dianggap seperti menghilangkan otak seorang dewa.

Hal inilah yang juga menjadi faktor sulitnya para peneliti melakukan penelitian dengan mengekstraksi inti es dari gletser terakhir di Asia ini, sebab mendapat banyak perlawanan dari warga setempat.

“Anak mudanya percaya sains  perubahan iklim, namun yang lebih tua tidak. Inilah mengapa (Puncak Jaya Papua) dinamakan Salju Abadi. Namun mereka akan segera kehilangan saljunya,” tandasnya. (ATN)

Source : Kompas.com

Tags: Climate ChangeGletser PapuaGlobal WarmingPapuaPemanasan GlobalPerubahan Iklim
Previous Post

AS Hentikan Pertukaran Budaya dengan China

Next Post

ASEAN Mulai Gagas Implementasi Travel Corridor Arrangement

Related Posts

Indonesia Sambut Terbuka Investor Eropa
Sains & Lingkungan

Jerman Gelontorkan Rp41,25 Triliun untuk Indonesia Bangun Infrastruktur Hijau

March 6, 2021
Tekan Emisi Karbon, Indonesia Hadapi 5 Tantangan Besar
Sains & Lingkungan

Atasi Pemanasan Global, Pemerintah di Dunia harus Tingkatkan Dana Emisi Karbon

March 4, 2021
Potensi Dampak Finansial dari Risiko Terkait Hutan di Indonesia Capai USD10 Miliar
Sains & Lingkungan

CDP Dorong Perbankan di Asia Tenggara Jadi Pioner Perubahan Iklim dan Hutan

February 25, 2021
Misi Keberlanjutan Global, Ajinomoto Indonesia Kurangi 75 Ribu Ton CO2 pada 2028
Sains & Lingkungan

Misi Keberlanjutan Global, Ajinomoto Indonesia Kurangi 75 Ribu Ton CO2 pada 2028

February 25, 2021
Korban Tewas Akibat Terjangan Topan Phanfone Capai 41 Orang
News

Mitigasi Badai Tropis, Filipina Evakuasi Cepat Ribuan Penduduk

February 21, 2021
Suhu Dingin Ekstrem, Ribuan Penyu Terdampar di Pesisir Texas, AS
Sains & Lingkungan

Suhu Dingin Ekstrem, Ribuan Penyu Terdampar di Pesisir Texas, AS

February 19, 2021
Next Post
Saatnya ASEAN Bersatu Hadapi Konflik Laut China Selatan

ASEAN Mulai Gagas Implementasi Travel Corridor Arrangement

Discussion about this post

No Result
View All Result

Terbaru

  • Militer Myanmar Ingin Merapat ke AS dan Lepas dari Cengkraman China
  • Google Donasikan USD25 Juta untuk Pemberdayaan Perempuan di Dunia
  • MotoGP 2021 Segera Bergulir, Sirkuit Mandalika-Indonesia Masih Cadangan
  • Produk Sawit Indonesia Kini Bebas Masuk ke Swiss
  • Dunia Kutuk Arogansi Aparat Myanmar, Rakyat Sipil Dibantai Seperti Unggas
AsiaToday.id

© 2020 Asiatoday.id - Referensi Asia by PT Republik Digital Network.

Navigate Site

  • Tentang Kami
  • Tim Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Karir
  • Kontak

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Business
  • Energi Hijau
  • Travel
  • Event
  • Sains & Lingkungan
  • Korporasi

© 2020 Asiatoday.id - Referensi Asia by PT Republik Digital Network.