ASIATODAY.ID, JAKARTA – Sebuah spanduk membentang di area drop off dekat lobi Hotel Sultan Jakarta.
Spanduk itu bertuliskan ‘Tanah Ini Aset Negara Milik Pemerintah Negara Republik Indonesia Berdasarkan HPL No.1/Gelora atas nama Sekretariat Negara RI c.q. PPKGBK dan telah dinyatakan sah oleh Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 276/PK/Pdt/2011’.
Spanduk itu dipasang oleh Pihak Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) pada Rabu (4/10/2023).
Spanduk itu menjadi pesan bahwa hari-hari terakhir hotel itu sudah tiba dan pihak PT Indobuildco milik Pontjo Sutowo selaku pengelola hotel sudah harus mengosongkan hotel tersebut.
Sekretaris Kementerian Sekretaris Negara (Kemensetneg) Setya Utama mengatakan pemasangan spanduk ini merupakan langkah persuasif yang diambil pemerintah dalam upaya pengosongan lahan ini.
“Hari ini kita lakukan prosesi pengosongan, tapi dengan cara yang sangat persuasif. Dari kami memasang spanduk, kemudian pelang pengumuman bahwa lahan di blok 15 ini yang sekarang ada Hotel Sultan ini adalah termasuk dalam HPL Nomor 1/Gelora yang dimiliki oleh Kementerian Sekretariat Negara, PPKGBK,” kata Setya dalam konferensi pers, Rabu (4/10/2023).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD meminta PT Indobuildco segera mengosongkan lahan di area Gelora Bung Karno Senayan Jakarta karena Hak Guna Bangunan (HGB) telah berakhir.
Diketahui, HGB nomor 26 yang dikeluarkan untuk PT Indobuildco telah berakhir pada 4 Maret 2023 dan HGB nomor 27 yang dikeluarkan untuk PT Indobuilco telah berakhir pada 3 April 2023.
Dengan berakhirnya HGB tersebut, bangunan yang ada di lahan tersebut sepenuhnya kembali ke pemerintah lagi, dalam hal ini Kementrian Sekretariat Negara.
Kepada PT Indobuildco, Mahfud meminta untuk segera mengosongkan lahan secara baik-baik.
“Ya kita harap agar itu dikosongkan dengan baik-baik dan nanti proses pengosongan itu akan dilakukan melalui penegakan hukum secara persuasif tentu saja,” kata Mahfud.
Mahfud mengungkapkan, terkait dengan nasib para karyawan, nantinya akan dibicarakan dengan Sekretariat Negara.
Ia pun meminta kepada karyawan yang bekerja di sana tidak gelisah dan tetap bekerja seperti biasa.
“Kepada karyawan yang di sana supaya tidak gelisah, tidak akan ada persoalan apa-apa, tetap bekerja seperti biasa, karena ini. Ya sama dengan kasus-kasus lain, berpindah owner tetapi kegiatan-kegiatan ekonomi, bisnis dan sebagainya akan tetap dilindungi tetapi sekarang pengelolaannya di bawah Sekretariat Negara,” kata Mahfud.
Ia mengatakan dalam perjalanannya PT Indobuildco telah mengajukan sejumlah gugatan perdata terkait lahan tersebut.
Putusan Mahkamah Agung
Mahfud mengatakan, Mahkamah Agung (MA), juga telah mengeluarkan putusan Peninjauan Kembali terkait hal tersebut.
“Sudah PK sampai empai kali, mereka kalah, bahwa tanah ini adalah aset negara, Setneg, dan waktunya sudah lewat ini, Maret April tadi. Sesudah kalah di perdata, sekarang mereka masuk lagi ke PTUN, gugat baru. Sudah berkali-kali kalah, sudah tidak mungkin, gugat ke PTUN,” kata Mahfud.
“Dan kita berpendapat bahwa urusan PTUN itu biar jalan karena urusan keperdataannya sudah selesai. Dan dalam pikiran logika hukum kami, nanti tentu pengadilan yang akan memutus, logika hukum kami tentu yang PTUN itu sama juga buang-buang waktu, mengulur waktu seperti yang sebelumnya. Meskipun harus kita hormati, tetapi yang perdatanya ini sudah lewat empat bulan yang lalu, sudah habis semuanya,” sambung dia.
Tetap Beroperasi
Tim kuasa hukum PT Indobuildco, selaku pengelola Hotel Sultan, memastikan operasional hotel bintang 5 itu tetap berjalan, meskipun telah dipasangi spanduk tanah milik negara.
“Operasional masih tetap jalan, saya bilang tetap jalan terus. Karena agenda acara di sini orang sudah mesan, dari 6 bulan yang lalu. Kewajiban itu harus kita laksanakan,” kata Kuasa Hukum PT Indobuildco, Hamdan Zoelva dalam konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Rabu (4/10/2023).
Selain itu, Hamdan juga menyesalkan soal permintaan pengosongan lahan yang dilakukan di tengah kondisi hotel masih dikunjungi tamu yang menginap. Hingga kondisi jalanan yang ditutup oleh pagar tinggi berwarna hijau.
“Tentu kami sangat menyesalkan juga, ini hotel yang masih ada tamu, jalan juga ditutup. Harusnya ada aturan hukumnya bahwa pemilik tanah tidak boleh menutup jalan di mana ada orang yang berhak, tidak boleh lewat karena ditutup jalan itu,” ujar Hamdan.
Dia juga memastikan bahwa pihaknya menolak untuk melakukan pengosongan dan tetap bertahan di Hotel Sultan selama masih ada tamu. Pasalnya, bangunan Hotel Sultan merupakan milik PT Indobuildco, bukan milik Pemerintah.
Bahkan, dia mengaku tidak tahu bentuk pengosongan apa yang perlu dilakukan.
“Sepanjang ada tamunya (tetap bertahan). Saya tidak tahu bentuk pengosongannya bagaimana, ini property-nya Indobuildco, bukan property HPL, ini property-nya Indobuildco ini, seluruh bangunan ini,”” jelas Hamdan.
“Ini (Hotel Sultan) hak milik Indobuildco, kamar hotel semuanya bukan punya negara. Kalau punya negara itu perjanjian, sekian tahun BOT serahkan kepada negara, tidak serahkan, itu lain cerita. Ini bukan (milik negara), ini murni milik Indobuildco,” tandasnya.
Sekilas Sejarah Hotel Sultan
PT Indobuildco mendapat HGB setelah mengajukan izin penggunaan tanah kepada Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 1971. Ali Sadikin lantas memberikan izin dengan syarat PT Indobuildco harus membangun sebuah conference hall dengan kapasitas 25.000. Ali Sadikin juga mewajibkan PT Indobuildco membayar royalti kepada negara.
Bahkan dalam Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1744/A/K/BKP/71, justru Ali Sadikin yang mewajibkan PT Indobuildco mendirikan hotel.
“Penerima izin diwajibkan membangun sebuah hotel tingkat internasional dengan kapasitas minimum 800 (delapan ratus) kamar tidur dengan segala perlengkapannya,” tulis poin 1 dalam surat tersebut.
Dalam SK itu juga dijelaskan bahwa Ali Sadikin memberikan izin penggunaan tanah Blok 15 Kawasan GBK tersebut untuk jangka waktu 30 tahun, terhitung sejak tanggal keputusan ini. Perpanjangan hak diatur sesuai syarat dan peraturan yang berlaku. Adapun SK Gubernur ini ditandatangani Ali Sadikin pada 21 Agustus 1971.
Adapun Hotel Sultan sebelumnya bernama Hotel Hilton. Namun setelah kontrak dengan jaringan Hilton International berakhir, pengelola hotel menyulapnya menjadi hotel mewah dengan nuansa budaya jawa.
Hotel ini kemudian bernama The Sultan Hotel & Residence. Hotel ini memadukan nuansa klasih modern yang megah. Hotel ini memiliki 694 kamar termasuk lebih dari 60 suite dan lantai eksekutif dengan akses lounge eksklusif.
Sementara The Sultan Residence memiliki lebih dari 250 unit apartemen berlayanan mulai dari 110 meter persegi hingga 680 meter persegi. Di sekelilingnya, terdapat taman hijau yang asri dengan luas sekitar 8 hektar.
Nuansa alam dan area terbukanya membuat Hotel Sultan meraih predikat Indonesia Leading Green Hotel 2014/2015. Penghargaan berbasis lingkungan itu juga pernah diraih pada 2011/2012. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post