ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia harus belajar banyak dari China dan Jepang dalam pengelolaan Sumber Daya Mineralnya. Karena dengan mengikuti apa yang dilakukan oleh kedua negara tersebut diyakini neraca perdagangan Indonesia tidak akan mengalami defisit lagi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengungkapkan hal itu, dalam forum Economic Outlook ‘Membangun Iklim Investasi di Sektor Migas dan Peluang Serta Tantangan Energi Baru Terbarukan di tahun 2020’ di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Senin (14/10/2019).
Menurutu Jonan, impor energi China dan Jepang memang sangat besar bahkan lebih besar dari Indonesia. Namun kedua negara tersebut mampu memanfaatkan impornya untuk menghasilkan produk jadi yang memiliki nilai tambah lebih.
Jonan mencontohkan China yang mengimpor batu bara sangat tinggi. Namun negeri tirai bambu ini berhasil mengubah atau mengonversi batu baranya sebagai avtur yang memiliki nilai tambah lebih.
Hal ini berbeda dengan Indonesia yang mana meskipun memiliki banyak batubara, namun mayoritas tidak dimanfaatkan untuk dijadikan barang yang memiliki nilai tinggi. Justru Indonesia masih mengekspor batubaranya secara mentah dan tentunya harganya jauh lebih murah.
Namun ketika ada kendala pada harga tiket pesawat barulah Indonesia mengimpor avtur dari negara lain. Padahal jika memakai batubara sebagai bahan baku untuk produksi avtur akan jauh lebih murah.
“Batubara itu, di Tiongkok dikonversi menjadi avtur. Kita hilirisasinya. Tantangannya semangat untuk hilirisasinya kurang. Begitu mau bikin proteksi ini dan sebagainya,” jelasnya.
Contoh lainnya adalah masih tingginnya impor minyak oleh Tiongkok. Pasalnya kebutuhan minyak di Tiongkok diperkirakan 2 juta barel per hari dan menjadi salah satu negara dengan impor minyak terbesar di dunia.
“China minyaknya 2 juta barel sehari. Kita 775 ribu lah per hari. China itu impor sehari 4 juta barel. Gas juga impor mereka tuh. The largest impor tuh. Batubara juga impor mereka. CAD nya, enggak defisit. Kenapa tuh? hayoo. Itu kan fakta ya,” jelasnya.
Hal serupa juga dilakukan oleh Jepang yang mana memiliki impor gas yang cukup besar. Namun Jepang bisa memanfaatkan gasnya untuk sektor-sektor industri yang bisa dijual dengan nilaiyang leboih tinggi.
“Jepang itu, gas impor. fuel impor. batubara impor. tapi mereka CAD nya gak difisit. Karena ekspornya besar,” jelasnya.
Oleh karena itu Jonan memandang agar hilirisasi bisa dilakukan dengan sungguh-sungguh, sehingga tidak ada ketakutan lagi angka impor yang masih tinggi karena bisa diimbangi dengan tingginya ekspor.
“Orang bilang, katanya Singapura kecil. Nah itu Jepang sama China gimana? pemahaman saya, itu gimana itu efisien penting. Lalu bagaimana masyarakat bisa beli energi ini. Impor enggak apa-apa, tapi masyarakat bisa beli. Jepang sama China juga gak defisit. Eksplorasi saya harapkan sungguh sungguh. Bikin industrinya juga serius. Semangatnya gak merata,” jelas Jonan. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post