ASIATODAY.ID, JAKARTA – Cita-cita besar Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memulai transformasi ekonomi Indonesia melalui hilirisasi industri, kembali ia gaungkan saat groundbreaking Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI), di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Selasa (21/12/2021).
Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya mineral seperti nikel, timah, bauksit, tembaga dan batubara sudah saatnya menghentikan ekspor bahan mentah.
“Ini yang yang sering saya sampaikan, yang namanya kita akan memulai transformasi ekonomi Indonesia. Dari yang kita sudah bertahun-tahun bertumpu kepada sumber daya alam, ekspor raw material, ekspor bahan-bahan mentah, sekarang kita akan masuk kepada hilirisasi, kepada industrialisasi bahan-bahan mentah kita,” ujarnya.
Presiden menyampaikan, industri yang ada di kawasan ini hampir semuanya akan menghasilkan barang jadi sehingga dapat memberikan nilai tambah atau added value yang besar bagi Indonesia.
Visi besar Presiden Jokowi disambut antusias oleh pelaku industri, salah satunya PT Timah Tbk. (TINS).
Pasalnya, PT Timah Tbk. telah sejak lama melakukan hiliriasi timah dengan mendirikan anak usaha PT Timah Industri pada tahun 1998 dan sejak 2010 PT Timah Industri memproduksi tin chemical dan kemudian tin solder di tahun 2015.
“PT Timah sudah melakukan hilirisasi timah sejak dulu dengan mendirikan PT Timah Industri. Tujuan utamanya adalah meningkatkan nilai tambah dengan ekspansi pasar khususnya produk turunan timah,” ujar Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi dalam siaran pers, Selasa (21/12/2021).
Kehadiran PT Timah Industri juga berperan dalam mendukung serapan konsumsi timah dalam negeri. Sebagaimana diketahui lebih dari 90 persen logam timah produksi Indonesia dieskpor ke luar negeri.
Direktur Utama PT Timah Industri, Ria Wardhani Pawan mengatakan saat ini PT Timah Industri sebagai perusahaan manufaktur, telah menerapkan standar internasional dan nasional serta standar lainnya seperti FDA untuk Pasar Amerika dan REACH untuk Pasar Eropa.
Timah Industri telah melakukan hilirisasi logam timah dengan membuat produk tin chemical dan tin solder untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor ke Amerika, India, China, Taiwan dan beberapa negara Eropa. Sementara kebutuhan pasar tin chemical dan tin solder dalam negeri masih sangat kecil.
“Hilirisasi logam timah menjadi tin solder dapat meningkatkan value added menjadi sekitar dua kali lipat sedangkan dari logam timah menjadi tin chemical sekitar tiga kali lipat,” jelasnya.
Saat ini, Timah Industri memiliki 3 pabrik kimia dan 1 pabrik tin solder yaitu Stannic Chloride (SnCl4) berkapasitas 3.000 ton dengan merek BANKASTANNIC, Dimethyltin Dichloride (DMT) berkapasitas 8.000 ton dengan merek BANKASTAB DMT Series, kemudian Methyltin Stabilizer (MTS) berkapasitas 10.000 ton dengan merek BANKASTAB MT Series, dan tin solder berkapasitas 2.000 ton dengan merek BANKAESA.
Ria menerangkan, produk tin solder digunakan pada industri elektronik dan otomotif, sedangkan tin chemical digunakan pada industri Polyvinyl chloride (PVC) sebagai bahan aditif tin stabilizer untuk pembuatan pipa konstruksi, profile, plastik PVC transparan dan lainnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan Indonesia sudah seharusnya melakukan hilirasi produk tambang termasuk timah, sehingga bisa meningkatkan nilai tambah produk yang dihasilkan.
Apalagi kata dia, timah memiliki banyak mineral ikutan berupa Logam Tanah Jarang (Rare Earth) yang saat ini sedang diburu dunia.
“Dengan adanya hilirisasi, tentu tidak hanya memberikan dampak positif bagi perusahaan tapi juga negara dan masyarakat,” imbuhnya.
Menurutnya, hilirisasi yang dilakukan PT Timah Tbk sudah sangat baik dan harus dioptimalkan sehingga meningkatkan diversifikasi produk sehingga tidak lagi mengeskpor raw material.
“Ketika PT Timah Tbk berhasil melakukan hilirisasi ini menjadi point penting sebagai suatu pencapaian yang harus diapresiasi, karena hilirisasi memang harus dilakukan,” katanya. (ATN)
Discussion about this post