ASIATODAY.ID, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan realisasi impor Indonesia sepanjang Februari 2020 mengalami penurunan 5,11 persen secara tahunan menjadi USD11,6 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencapai USD12,23 miliar.
Sementara itu, secara month-on-month (mom) terjadi penurunan 18,69 persen dari posisi Januari 2020, yang sebesar USD14,27 miliar.
“Kinerja impor untuk Februari mengalami penurunan,” terang Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Yunita Rusanti dalam keterangan persnya, Senin (16/3/2020).
Dikatakan, impor non migas turun 7,4 persen secara year-on-year (yoy), sedangkan impor migas naik 10,33 persen.
BPS juga mencatat adanya penurunan nilai impor secara tahunan maupun secara bulanan. Secara bulanan, impor barang konsumsi turun 39,91 persen, bahan baku/penolong menyusut 15,89 persen, barang modal terpangkas 18,03 persen.
Sementara itu, secara tahunan penurunan barang konsumsi mencapai 12,81 persen, bahan baku/penolong menciut 1,5 persen, dan barang modal turun 16,44 persen.
Sementara untuk ekspor Indonesia pada Februari 2020 hanya sebesar USD13,94 miliar. Jumlah ekspor tersebut mengalami kenaikan sebesar 2,24 persen bila dibandingkan realisasi ekspor pada bulan sebelumnya yang mencapai sebanyak USD13,63 miliar.
“Kalau kita lihat month on month (mom) atau dibandingkan dengan Januari 2020 yang lalu, untuk migas ini mengalami penurunan sebesar 0,02 persen. Sedangkan untuk nonmigas mengalami kenaikan sebesar 2,38 persen,” jelasnya.
Sementara secara year on year (yoy), nilai ekspor mengalami kenaikan sebesar 11 persen, dari USD12,56 miliar pada Februari 2019 menjadi USD13,94 miliar di Februari 2020. Sayangnya migas turun sebanyak 26,51 persen, sementara nonmigas tumbuh subur sebesar 14,64 persen.
Menurut sektor, jelas Yunita, seluruh ekspor nonmigas Indonesia mengalami kenaikan. Sektor pertanian yang pada Februari 2020 tercatat sebesar USD0,30 miliar, tumbuh sebesar 0,91 persen (mom) dan 28,04 persen (yoy). Ini disokong oleh kenaikan ekspor biji kakao, sarang burung, mutiara hasil budidaya, tanaman obat, aromatik, dan rempah-rempah.
Industri pengolahan sebesar USD11,03 miliar naik 2,73 persen (mom) dan 17,11 persen (yoy). Kenaikan sektor ini dsumbang oleh peningkatan ekspor pada logam dasar mulia, minyak kelapa sawit, barang tekstil lainnya, kendaraan bermotor roda empat dan lebih, serta kimia dasar organik yang bersumber dari minyak.
Sedangkan ekspor hasil tambang sebesar USD1,80 miliar naik 0,53 persen (mom), namun mengalami penurunan tipis 0,04 persen secara yoy. Kenaikan ekspor hasil tambang secara mom dipengaruhi oleh biji tembaga, lignit, batu kerikil, serta bahan mineral lainnya.
“Melihat strukturnya, ekspor nonmigas menyumbang sebesar 94,14 persen dari total ekspor pada bulan Februari 2020. Untuk sektor industri sumbangannya paling dominan yaitu sebesar 79,11 persen, tambang 12,89 persen, migas 5,86 persen, dan pertanian 2,14 persen,” ungkap Yunita.
Berdasarkan golongan barang utama HS dua digit, komoditas yang mengalami peningkatan terbesar adalah logam mulia, perhiasan/permata (HS 71). Kemudian kendaraan dan bagiannya (HS 87), lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15), serta barang tekstil jadi lainnya (HS 63).
“Untuk yang barang tekstil jadi lainnya, ini di antaranya komoditas masker menyokong ekspor ini,” aku Yunita.
Sementara komoditas yang mengalami penurunan ekspor paling besar adalah besi dan baja (HS 72). Lalu alas kaki (HS 64), tembaga dan barang dari tembaga (HS 74), pulp dari kayu (HS 47), serta pakaian dan aksesorisnya (HS 61).
Adapun tujuan utama ekspor Indonesia selama periode Februari 2020 adalah Singapura yang meningkat sebanyak USD281,5 juta. Ini terjadi lantaran adanya peningkatan pada ekspor logam mulia dan perhiasan, serta barang dari besi dan baja.
Kemudian ekspor ke Malaysia, naik USD89,7 juta. Selanjutnya Ukraina yang ekspornya tumbuh USD46,6 juta, Swiss USD39,6 juta, dan Filipina USD35,5 juta.
Negara-negara yang mengalami penurunan ekspor nonmigas paling besar adalah ke Tiongkok yang turun sebanyak USD245,5 juta. Penurunan ini terjadi pada ekspor besi baja, tembaga, serta pulp dan kayu.
“Negara selanjutnya yang mengalami penurunan adalah India yang minus USD128,5 juta. Lalu Taiwan, Jerman, dan Belanda yang masing-masing mengalami penurunan sebesar USD58,0 juta, USD34,8 juta, dan USD26,1 juta,” tutup Yunita. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post