ASIATODAY.ID, BATAM – Pemerintah Indonesia terus bergerak mengajak para investor asal Beijing untuk berinvestasi di Indonesia, salah satunya di Batam, Kepulauan Riau.
Ajakan itu mengemuka dalam sebuah agenda Indonesia-China Business Forum on Investment and Tourism dengan mengusung tema “Doing Business with Wonderful Indonesia” yang digagas oleh Kedutaan besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Republik Rakyat China.
Kegiatan ini merupakan salah satu upaya KBRI di Beijing untuk secara aktif mempromosikan potensi investasi dan pariwisata Indonesia kepada para pelaku usaha di Tiongkok. Selain itu, kegiatan ini bertujuan untuk memperluas jejaring sosial antara pemangku kepentingan di Indonesia dan Tiongkok.
Duta Besar (Dubes) RI untuk RRC dan Mongolia, Djauhari Oratmangun, mengatakan salah satu investor dari Venture Beat pernah membandingkan, bahwa berinvestasi di Indonesia saat ini sama seperti berinvestasi di China pada tahun 2008. Karena Indonesia memiliki semua bahan yang diperlukan untuk membuat investasi yang menguntungkan.
“Hari ini, Indonesia adalah rumah bagi 266 juta penduduk dengan konsumsi tinggi dari warga berpendapatan menengah,” kata Djauhari, melalui keterangannya, Jumat (20/9/2019).
Menurut dia, Indonesia sangat layak untuk berinvestasi. Selain telah mendapatkan peringkat investasi BBB dari tiga lembaga pemeringkat kredit besar, Fitch, Moody’s dan Standard and Poor’s, Forbes dalam artikel terbarunya, menyebutkan bahwa Indonesia sebagai Harimau baru Asia Tenggara.
“Tidak hanya itu, Kawasan Perdagangan Bebas Batam adalah wilayah dengan jutaan peluang. Batam tidak hanya menyediakan insentif dan fasilitas bagi investor, tetapi juga berlokasi strategis di area hub rantai global internasional,” paparnya.
Deputi Bidang Administrasi dan Umum BP Batam, Purwiyanto, mengatakan beberapa hal terkait pengembangan Batam. Ia kemudian menjelaskan keunggulan Batam dengan tujuh pulau di sekitarnya telah menjadi favorit yang tidak perlu dipersoalkan untuk tujuan investasi dan kegiatan ekspor dari Indonesia.
“Selain Pulau Batam, kita juga punya Pulai Rempang, Janda Berias, Nipah, Setoko, Tanjung Sauh, Galang, Galang Baru, dengan total luas sekitar 75 ribu hektar yang bisa dikembangkan,” kata Purwiyanto .
BP Batam mendorong para pengusaha China dan Batam untuk bekerja sama dalam percepatan kegiatan investasi. Kerja sama bisa dilakukan untuk memproduksi produk China yang akan diekspor ke Amerika Seritat (AS). Menggunakan COO Formulir A agar memenuhi syarat untuk skema GSP AS.
Selain itu, produk-produk AS untuk diekspor ke China. Anggota ASEAN dan mitra dagangnya, dapat menggunakan skema FTA, CEPA, RCEP dan instrumen serupa lainnya. Hal ini dapat terlaksana karena BP Batam diberi mandat untuk menerbitkan COO sehingga produk-produk tersebut diakui sebagai Indonesia atau diproduksi di ASEAN.
“Selain itu juga didukung skema Pengaturan Perdagangan Bebas Daratan Indonesia (FTA Inland) dan skema Zona Ekonomi Khusus, yang mengatur produksi barang dari negara-negara yang belum memiliki perdagangan atau kerja sama ekonomi dengan Indonesia, untuk diekspor ke pasar global dan untuk dijual di pasar Indonesia,” jelasnya.
BP Batam juga mendorong kolega dari RRC dan para pengusaha China untuk memulai usaha investasi greenfield dengan menggabungkan aset BP Batam di tujuh pulau, di bawah skema FTZ Batam.
Dijelasaknnya bahwa, Batam berbeda dengan daerah investasi lainnya di Indonesia karena memiliki nilai tambah berupa ketersediaan tanah dan aset, serta insentif fiscal.
“Seperti bea masuk dan pembebasan PPN dalam skema FTZ, tax holiday dan pengurangan pajak untuk kegiatan investasi di Batam. Dukungan berinvestasi tersebut telah ditetapkan sebagai hasil dari koordinasi dengan pemerintah daerah,” jelasnya.
Saat ini BP Batam juga memiliki Klinik Berusaha sebagai platform konsultasi untuk mengatasi permasalahan umum yang dialami investor dan eksportir, seperti lahan, perdagangan, lingkungan, ketenagakerjaan, imigrasi dan kebijakan fiskal. Kemudian ada juga Investment Batam Online Single Submission (IBOSS) yang memproses prosedur perizinan investasi dalam waktu sekitar satu jam..
Direktur Jenderal Asia Fasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Desra Percaya, menyampaikan bahwa Indonesia sekarang lebih kompetitif dalam dunia investasi. Hal tersebut bisa dilihat dari ranking Indonesia tahun 2019 yang berada pada posisi 31, naik 12, dibandingkan tahun 2018 yang berada pada rangking 43.
“Key sector Indonesia saat ini pada 5 sektor,” kata Desra.
Pertama adalah manufacturing, Indonesia akan menjadi hub untuk manufaktur di Asia, dimana saat ini kontribusi manufacturing adalah 20,5% dari GDP.
Kedua konektivitas, Indonesia akan meningkatkan konektivitas ke seluruh dunia, dan sektor ketiga adalah pengembangan energi di berbagai bidang. Keempat, pariwisata, di mana dalam 1 dekade jumlah turis meningkat dua kali lipat.
Kemudiam kelima, yaitu tringular cooperation, di mana Indonesia, China dan Afrika mampu membangun kerjasama bersama.
Business Forum mendapatkan respon positif dari berbagai pengusaha Indonesia dan Tiongkok. Tercatat sekitar 200 peserta hadir pada gelaran itu. Para peserta antusias dalam mendengarkan paparan yang disampaikan, baik oleh narasumber Indonesia maupun Tiongkok.
Selain delegasi Kementerian Luar Negeri dan BP Batam, forum bisnis yang juga dilaksanakan dalam rangka syukuran HUT RI-74, juga dihadiri oleh Kepala Bidang Pemasaran Area I (China I) Kementerian Pariwisata RI, Indera Dewantho; Direktur Operasi I PT Wijaya Karya (Persero), Agung Budi Waskito; Vice President of International Affairs Xiaomi Inc., Christine Wong; dan Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu, Thomas Hartono. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post