ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia bertekad menekan energi berbasis fosil dari tahun ke tahun dengan mendorong peningkatan pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT). Pada 2025, bauran energi ditarget mencapai 23 persen.
Kementerian ESDM memproyeksikan, hingga lima tahun mendatang biaya investasi peningkatan pembangkit EBT mencapai USD36,95 miliar. Hal ini ditegaskan Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Sutijastoto pada berbagai kesempatan.
Menurut Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi, besaran biaya investasi tersebut dimaksudkan sebagai strategi memperluas pangsa pasar energi.
“Nilai investasi tersebut bisa membantu meningkatkan pangsa pasar energi di tahun 2025,” kata Agung di Jakarta, melalui keterangan tertulisnya, Kamis (5/12/2019).
Lebih lanjut, Agung merinci nilai investasi tersebut terdiri dari PLT Panas Bumi sebesar USD17,45 miliar, PLT Air atau Mikrohidro senilai USD14,58 miliar, PLT Surya dan PLT Bayu senilai USD1,69 miliar, PLT Sampah senilai USD1,6 miliar, PLT Bioenergi senilai USD1,37 miliar dan PLT Hybird sebesar USD0,26 miliar.
Jumlah rincian investasi PLT EBT tersebut kata Agung, disesuaikan berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019 – 2025. “(RUPTL) ini mengacu pada asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5% per tahun sampai 2020 dan 6,5% pada 2025,” jelas Agung.
Agung menjelaskan, angka investasi ini secara tidak langsung memberi dampak pada peningkatan kapasitas bauran pembangkit EBT di Indonesia menjadi 24.074 Mega Watt (MW) di tahun 2025 dari 10.335 MW di tahun 2019.
Kalau digambarkan perkembangannya selama lima tahun ke depan, kapasitas terpasang pembangkit EBT sebesar 11.256 MW pada 2020, 12.887 pada 2021, 14.064 MW pada 2022 dan 2023 menjadi 15.184 MW dan 17.421 MW pada 2024. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post