ASIATODAY.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) menggalang negara-negara anggota G20 untuk berkolaborasi dalam pemberantasan korupsi.
Ketua KPK RI, Firli Bahuri mengatakan bahwa pemerintah harus meningkatkan tata kelola yang baik, akuntabilitas, serta integritas pada sektor pelayanan publik dan seluruh aspek kehidupan masyarakat.
“Pemangku kepentingan harus membantu menumbuhkan lingkungan berintegritas, nilai etik, dan norma akuntabilitas. Dimana masing-masing pihak punya peran penting mencegah dan memberantas korupsi. Sehingga spirit pertemuan ini adalah berkolaborasi dan bekerja sama satu sama lain,” kata Firli dalam forum G20 Anti-Corruption Working Group (ACWG) putaran kedua, dikutip Kamis (7/7/2022).
Firli menegaskan kepada para Delegasi Negara Anggota G20 yang hadir langsung maupun virtual, bahwa dalam memerangi korupsi, tidak ada entitas yang bisa melakukannya sendiri. Maka dengan diskusi dan negosiasi yang konstruktif dalam G20 ACWG ini diharapkan mampu menghasilkan dokumen keluaran yang memberikan manfaat nyata bagi peningkatan upaya pemberantasan korupsi global.
Lebih lanjut, Firli memaparkan bahwa G20 dibentuk setelah krisis keuangan 2008 dan ACWG dibentuk dengan tujuan untuk memastikan tata pemerintahan yang baik dan menegakkan standar internasional melawan korupsi. Agar misi ini berhasil, Anggota G20 harus memperkuat kerja samanya.
“Peningkatan kolaborasi antikorupsi sangat penting, terutama karena kita masih menghadapi dampak krisis pandemi, agar kita bersama-sama pulih, pulih lebih kuat,” pesan Firli.
20 Delegasi
KPK telah memulai pertemuan putaran kedua Anti-Corruption Working Group (ACWG) G20, yang dilaksanakan pada tanggal 5 – 8 Juli 2022 di Bali. Pertemuan ini diikuti oleh 20 Delegasi Negara Anggota G20, para kelompok partisipan, serta organisasi internasional yang fokus pada isu pemberantasan korupsi.

Pertemuan yang berlangsung secara hybrid ini dihadiri secara langsung oleh sembilan Delegasi Negara Anggota G20 yakni Australia, Brazil, India, Inggris, Jerman, Perancis, Saudi Arabia, Korea Selatan, termasuk Indonesia sebagai Presidensi. Kemudian sepuluh negara dan satu entitas mengkonfirmasi kehadirannya secara virtual yaitu Afrika Selatan, Amerika, Argentina, China, Italia, Jepang, Kanada, Meksiko, Rusia, Turki, serta Uni Eropa.
Pertemuan ini dipimpin oleh Chair Mochammad Hadiyana dan Rolliansyah Soemirat dan Co-Chair Lavinia Gracik-Anczewska (Australia). Hadiyana menjelaskan keluaran yang diharapkan dalam ACWG G20 pada pembahasan setiap isunya.
“Isu ‘Peningkatan Peran Audit dalam Pemberantasan Korupsi’ menjadi High Level Principle (HLP); isu ‘Mitigasi Korupsi pada Sektor Energi Terbarukan’ menjadi background paper yang akan dibahas lebih lanjut pada presidensi berikutnya. Serta dua isu lainnya yaitu ‘Partisipasi Publik dan Pendidikan Antikorupsi, serta isu ‘Kerangka Regulasi dan Supervisi Peran Profesi Hukum pada Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari Tindak Pidana Korupsi’ akan menjadi rangkuman best practice atau compendium,” kata Hadiyana.
Menurut Hadiyana, ACWG G20 menjadi kesempatan baik bagi Indonesia untuk berkontribusi menghasilkan dokumen keluaran dalam upaya perbaikan pemberantasan korupsi di dunia internasional. Sehingga capaian ini menjadi sejarah positif bagi Presidensi Indonesia pada G20.
Dalam kesempatan ini, Rolliansyah mengatakan, selain diikuti para delegasi negara anggota, juga oleh berbagai pihak lain yang fokus pada isu antikorupsi.
“Untuk pengayaan pembahasan isu antikorupsi ACWG G20 juga mengundang engagement group B20, C20, L20, T20, dan P20 serta organisasi internasional seperti UNODC, OECD, IMF, The World Bank, FATF, Interpol, The Egmont Group, IsDB, IDLO, dan IACA,” ujar Rolliansyah.
Lebih lanjut, Rolliansyah menyebutkan, ACWG G20 sebagai ruang diskusi dan negosiasi Anggota G20 penting untuk menghasilkan norma-norma pemberantasan korupsi yang bisa diterapkan secara bersama-sama oleh negara Anggota G20.
“Sekaligus dapat pula diimplementasikan oleh negara-negara di dunia internasional lainnya,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post