ASIATODAY.ID, WINA – Indonesia secara konsisten terus menyuarakan pentingnya peningkatan kapasitas bagi negara berkembang untuk mendukung rezim verifikasi dalam pelarangan menyeluruh uji coba senjata dan ledakan nuklir.
Demikian disampaikan Charge D’affairs (Kuasa Usaha ad Interim/ KUAI) Perutusan Tetap Republik Indonesia di Wina, Austria, Akio Alfiano Tamala dalam Pertemuan Working Group A Organisasi Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (CTBT) yang berlangsung di Wina, Austria, Senin (18/10/2021).
Saat ini Indonesia memiliki 6 fasilitas monitor yang telah disertifikasi Sekretariat CTBT, yaitu di Sorong, Jayapura, Baumata, Kappang, Parapat dan Lembang.
Program pelatihan dan peningkatan kapasitas, termasuk bagi para ilmuwan dan operator fasilitas, sangat penting dalam penguatan keterlibatan dan kontribusi negara-negara dalam memonitor uji coba ledakan nuklir.
Pandemi Covid-19 telah memaksa penundaan dan pembatalan pelaksanaan sebagian besar penguatan kapasitas CTBT. Indonesia mencatat upaya Sekretariat CTBT yang akan mengalihkan anggaran yang semula dialokasikan untuk program-program tahun 2020 dan 2021 yang tidak terlaksana dari Dana Umum ke Dana Penguatan Kapasitas.
Terkait hal ini, Indonesia menekankan bahwa program yang tertunda agar segera dapat dilaksanakan segera setelah situasi memungkinkan, dan penggunaan anggaran tidak hanya untuk peningkatan jumlah peserta pelatihan, tapi juga untuk membiayai program-program yang tertunda.
KUAI Alfiano Tamala juga menggarisbawahi bahwa dalam hal sumber daya manusia, Sekretariat CTBT diminta terus memegang prinsip representasi geografis yang seimbang dan keseimbangan gender pada semua tingkatan posisi dalam organisasi, termasuk keterwakilan seimbang dari negara-negara berkembang.
Dalam kesempatan ini, Indonesia kembali mendorong agar Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir dapat segera berlaku (entry into force) dan universalisasi CTBT dapat tercapai.
Traktat ini masih belum berlaku karena masih terdapat 8 negara yang dipersyaratkan menandatangani dan meratifikasi Traktat ini yang belum melakukannya.
Indonesia mendesak negara-negara tersebut untuk segera melakukannya dan mengajak mereka untuk bekerja bersama serta mendorong tingkat kemauan politik untuk mempercepat pemberlakuan dan universalisasi Traktat sesegera mungkin.
Sidang ini berlangsung hingga 20 Oktober 2021 dan diikuti sebagian besar negara penandatangan.
Hingga saat ini, 185 negara telah menandatangani dan 170 di antaranya telah meratifikasi Traktat ini. Ratifikasi Indonesia dilakukan pada 2012. (ATN)
Discussion about this post