ASIATODAY.ID, JAKARTA – Industri Mobil listrik (electrical vehicle/EH) tengah menjadi trend dunia. Pasalnya, selain karena ramah lingkungan, electrical vehicle juga menjadi penyelamat energi fosil yang tidak bisa diperbarui.
Namun dibalik trend itu, industri mobil listrik dihadapkan pada tantangan serius, sebab industri ini memiliki ketergantungan dengan energi baterai yang bahan bakunya bersumber dari Nikel. Ketergantungan terhadap bahan baku ini pun, kini menjadi perhatian global. Sebab, pasokan Nikel dunia selama ini banyak bergantung dari Indonesia.
Betapa tidak, Indonesia memiliki peran yang sangat signifikan. 27% pasokan Nikel dunia datang dari tanah air. Komoditi ini termasuk dalam bentuk produk hulu bijih Nikel dimana terdapat sebanyak 50 juta ton/tahun, maupun produk hilir (FeNi, NPI,Matte) kurang lebih 907 ribu ton/tahun. Sementara untuk baterai mobil listrik (Electric Vehicle) yang berbasis bijih Nikel kadar rendah kurang dari 1,7%, mineral Indonesia menjadi yang terbesar di dunia.
Analis dari perusahaan sekuritas dan bank global memproyeksikan pada 2030 mendatang, hampir 40% Nikel akan dialihkan untuk mendukung produk baterai listrik. Analis JP Morgan memperkirakan jumlah mobil listrik (electric vehicles/EV) dunia akan mencapai 4,3 juta unit mulai 2020 dan akan terus tumbuh lebih cepat dari mobil biasa.
Analis juga memproyeksikan pada 2025 pertumbuhan pasar mobil listrik mencapai 7,7% dari mobil biasa. Hal itu berarti, akan meningkat pula produksi baterai serta suku cadang lain yang berbahan komponen dari Nikel.
Lebih spektakuler lagi, permintaan Nikel untuk baterai mobil listrik ditaksir tumbuh 20 kali lipat sampai 40 kali lipat pada 2030. Nikel merupakan bahan baku utama baterai mobil listrik, dengan perkiraan kebutuhan Nikel 27,2 kg Ni/mobil, menurut perhitungan salah satu market leader mobil global.
Melihat propek bisnis ini di masa depan, persaingan akan semakin ketat. Dari sisi sektor industri, analis memproyeksikan ada dua sektor bisnis masa depan yang berpotensi bersinggungan, namun keduanya memiliki potensi yang sama-sama besar, yakni mandatori pencampuran biodiesel 30% (B30) yang akan diluncurkan awal 2020 nantinya akan bersaing dengan proyek mobil listrik.
Keduanya merupakan sumber energi potensial untuk sektor transportasi yang memiliki prospek positif di masa depan, dalam arti lima tahun ke depan. Tentu hal ini akan menjadi pertimbangan utama bagi korporasi besar untuk menggaet ‘kue pasar’ dari potensi pasar yang tercipta.
Dengan asumsi jumlah penjualan kendaraan bermotor hampir 8 juta unit per tahun (7 juta unit untuk motor dan 1 juta unit untuk mobil), sumber energi menjadi faktor krusial sekaligus peluang pasar yang tak boleh dikesampingkan. Terlebih lagi disaat ekonomi global menyusut yang berimbas pada sisi ekspor nasional. Seluruh daya untuk mengoptimalkan pasar dalam negeri menjadi taruhan ke depan, apakah korporasi dapat mempertahankan laju pertumbuhan bisnis sesuai target.
Selain korporasi swasta, BUMN pun tergiur untuk menggarap peluang pasar dari sumber energi sektor transportasi.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) misalnya, saat ini kian agresif menggarap industri mobil listrik. Perusahaan listrik milik negara ini bahkan telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU), dengan 20 instansi dalam rangka pengembangan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
Sejak dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai Untuk Transportasi Jalan, PLN menjadi pihak yang ditugaskan dalam penyediaan infrasturktur untuk kendaraan dengan tenaga setrum.
Plt. Direktur Utama PLN, Sripeni Inten, mengingatkan kembali kalau hal ini tertuang pada Pasal 23 ayat 2.
“Sebagai komitmen PLN untuk kesuksesan percepatan program kendaraan bermotor listrik dan untuk mendorong ekosistem kendaraan listrik, maka pada hari ini akan dilaksanakan penandatangan nota kesepahamam antara PLN dengan berbagai key stakeholder,” ujar Inten di Gedung BPPT, baru-baru ini.
MoU yang ditandatangani terbagi dalam lima bagian. Pertama MoU terkait pengembangan infrastruktur KBL berbasis baterai antara PLN dengan BPPT dan PT LEN. Dalam hal ini menyangkut teknologi stasiun pengisian daya.
Selanjutnya MoU kerjasama penyiapan ekosistem SPKLU dengan penyedia transportasi umum. Dokumen ini antara PLN dengan beragam instansi mulai dari Grab, Gojek, Mobil Anak Bangsa (MAB), dan BYD, sampai TransJakarta juga Blue Bird.
MoU berikutnya kerjasama antaran PLN dengan empat BUMN, PT Pos, Jasamarga, Pertamina, dan Angkasa Pura II dalam penyediaan SPKLU. Sedangkan kerjasama dalam penyediaan SPKLU dengan badan usaha sektor privat diatur di dokumen berikutnya antara PLN dengan PT Jaya Ancol, BCA, dan Lippo Mall.
Terakhir, PLN juga menandatangai MoU dengan beragam pabrikan kendaraan roda empat yaitu Nissan, BMW, DFSK, dan Mitsubishi; distributor yang sejauh ini menyuplai Tesla ke Indonesia, Prestige Image Motorcars; dan pabrikan sepeda motor lokal, Gesits. Dokumen terakhir ini mengatur kerja sama bundling produsen mobil listrik. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post