ASIATODAY.ID, BANGKOK – Thailand memperoyeksi adanya putaran ekonomi yang sangat besar dari industri produk-produk yang mengandung ganja.
Pasalnya, bisnis produk mengandung ganja di negeri itu meningkat sejak pemerintah melegalkan tanaman dan ekstraknya tahun ini.
Menteri Kesehatan Thailand, Anutin Charnvirakul memperkirakan, industri ini bisa bernilai lebih dari $ Singapura 3 miliar atau setara Rp32 triliun dalam lima tahun.
Produk-produk seperti pasta gigi, teh, sabun dan makanan ringan yang memiliki kandungan ganja menghasilkan gelombang minat pada tanaman tersebut.
“Ini memberi saya tidur yang nyenyak dan nyaman,” kata Pakpoom Charoenbunna, 32, yang membeli minuman yang mengandung ganja dari penjual teh susu biasa.
Thailand menjadi negara Asia Tenggara pertama yang melegalkan ganja pada 2018 untuk penggunaan medis dan penelitian.
Bulan lalu, Thailand mendekriminalisasi seluruh pabrik. Mencabut ganja dari daftar narkotika, yang telah menyebabkan ledakan penggunaan rekreasi.
Secara resmi, produk komersial yang disetujui oleh regulator makanan dan obat-obatan dapat mengandung cannabidiol (CBD), bahan kimia dalam ganja yang tidak membuat penggunanya mabuk.
Tetapi regulator membatasi kandungan tetrahydrocannabinol (THC), bahan aktif yang membuat pengguna tinggi (mabuk), dalam setiap produk ganja hanya 0,2 persen.
Thailand memiliki sejarah panjang menggunakan ganja dalam pengobatan tradisional untuk meredakan sakit dan nyeri. Inovator sekarang datang dengan ide-ide baru.
Surawut Samphant, pemilik toko ganja Channherb, telah membuat pasta gigi.
“Salah satu bahannya adalah minyak biji ganja sativa yang mengandung CBD,” katanya.
Surawat mengatakan pasta gigi ini membantu perawatan gusi dan salah satu pelanggan yang puas mengatakan itu berhasil untuknya.
Pemilik toko hidangan penutup (dessert) Kanomsiam, Kreephet Hanpongpipat, telah lama menjual hidangan rasa daun pandan tetapi setahun yang lalu memasukkan daun ganja untuk menarik pelanggan baru.
Kreephet mengatakan pelanggannya mengatakan makanan penutup yang mengandung ganja membantu mereka tidur nyenyak.
Menteri Kesehatan Anutin Charnvirakul, pendorong utama di balik legalisasi ganja untuk tujuan medis memperkirakan, industri ini bisa bernilai lebih dari $ Singapura 3 miliar (sekitar Rp 32 triliun) dalam lima tahun.
“Saya ingin melihat orang menjadi kaya dengan membuat produk ini dengan cara yang positif,” katanya kepada Reuters.
“Kebijakan saya tentang ganja hanya berfokus pada tujuan medis dan perawatan kesehatan. Itu saja. Kami tidak dapat mendorong penggunaan ganja dengan cara lain.” (ATN)
Discussion about this post