ASIATODAY.ID, LONDON – Setelah Amerika Serikat (AS), giliran Inggris dan Kanada menjatuhkan sanksi terhadap para jenderal di Myanmar, pada Kamis (18/2/2021).
Sanksi didasarkan atas pelanggaran hak asasi manusia setelah kudeta militer di negara Asia Tenggara itu.
Kementerian Luar Negeri Inggris mengatakan akan menjatuhkan sanksi pada tiga pejabat junta, termasuk menteri pertahanan dan menteri dalam negeri, dan telah memulai peninjauan untuk menghentikan bisnis Inggris dengan rezim tersebut.
“Inggris mengutuk kudeta militer dan penahanan sewenang-wenang terhadap Aung San Suu Kyi dan tokoh politik lainnya,” kata Menteri Luar Negeri Dominic Raab dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip AFP, Jumat (19/2/2021).
“Kami bersama sekutu internasional akan meminta pertanggungjawaban militer Myanmar atas pelanggaran hak asasi manusia mereka dan mengejar keadilan bagi rakyat Myanmar,” tambahnya.
Amerika Serikat telah memberikan sanksi kepada para pemimpin Myanmar setelah kudeta 1 Februari. Menteri Luar Negeri Kanada Marc Garneau juga mengumumkan daftar sanksi yang lebih luas yang memengaruhi sembilan pejabat di Myanmar.
“Sanksi yang diumumkan merupakan bagian dari tanggapan bersama untuk mengirimkan pesan yang jelas bahwa Kanada tidak akan menerima tindakan militer Myanmar dan pengabaian sepenuhnya atas keinginan serta hak demokrasi rakyat Myanmar,” tegasnya.
Kudeta tersebut mengakhiri satu dekade transisi dari pemerintahan militer langsung di Myanmar dan menyebabkan penangkapan Suu Kyi dan para pemimpin lainnya yang terpilih secara demokratis.
Para jenderal membenarkan perebutan kekuasaan dengan menuduh kecurangan dalam pemilihan November yang dimenangkan oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi menang secara telak.
Sanksi Inggris diberikan kepada Menteri Pertahanan Jenderal Mya Tun Oo, Menteri Dalam Negeri Letnan Jenderal Soe Htut dan Wakil Menteri Dalam negeri, Letnan Jenderal Than Hlaing.
Pemerintah menunjuk pada peran yang dimainkan para menteri dalam mengarahkan dinas keamanan karena melarang mereka bepergian ke Inggris dan membekukan aset apa pun yang mungkin mereka miliki di Negeri Ratu Elizabeth.
Namun kelompok aktivis Burma Campaign yang berbasis di Inggris mengatakan sanksi itu terbatas pada perjalanan liburan.
“Para pemimpin militer ini tidak akan memiliki aset di Inggris untuk dibekukan, jadi hasil praktis dari jenis sanksi ini adalah bahwa mereka tidak dapat mengambil liburan di Inggris,” ucap Direktur Burma Campaign, Mark Farmaner.
Para menteri luar negeri dari kelompok negara kaya G7 mengatakan dalam pernyataan bersama awal pekan ini bahwa mereka “sangat prihatin” dengan kudeta di Myanmar.
Sementara hingga saat ini rakyat Myanmar tetap turun ke jalan menentang kudeta itu. (ATN)
Discussion about this post