ASIATODAY.ID, JAKARTA – Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menegaskan, rencana Israel menganeksasi sebagian wilayah Tepi Barat Palestina dapat dikategorikan sebagai “pelanggaran terhadap hukum internasional.”
Israel berencana menjalankan aksinya itu pada 1 Juli mendatang.
Saat ditanya di House of Commons mengenai kemungkinan penjatuhan sanksi kepada Israel, PM Johnson menegaskan bahwa Inggris menentang keras rencana pencaplokan.
“Saya meyakini apa yang direncanakan Israel dapat dikategorikan pelanggaran hukum internasional. Kami menentang keras hal tersebut,” kata PM Johnson, melansir The Star.
“Kami meyakini penuh Solusi Dua Negara (Two-State Solution), dan akan terus mendukungnya,” sambung dia.
Sebagian besar komunitas internasional menentang rencana aneksasi Israel di sebagian wilayah Tepi Barat. Area yang hendak dicaplok Israel adalah sejumlah permukiman Yahudi dan juga Jordan Valley.
Selasa kemarin, Raja Yordania Abdullah II berbicara dengan sejumlah senator AS dalam menekankan dukungannya terhadap pendirian negara Palestina yang independen dan berdaulat.
“Segala langkah unilateral Israel untuk mencaplok Tepi Barat sama sekali tidak dapat diterima dan juga merusak prospek tercapainya perdamaian dan stabilitas di kawasan,” ujar pernyataan Kerajaan Yordania.
Pekan kemarin, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov menegaskan bahwa rencana Israel mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat akan mengakhiri terwujudnya Solusi Dua Negara.
Ia juga menilai langkah tersebut akan memicu meletusnya gelombang aksi kekerasan terbaru antara Palestina dan Israel.
“Mungkin saja pemerintahan koalisi Israel dapat segera menjalankan rencana mereka dalam waktu dekat, yakni memperluas kedaulatan ke Tepi Barat. Kami meyakini langkah seperti itu akan memiliki konsekuensi yang sangat ekstrem,” kata Bogdanov.
Rencana aneksasi Tepi Barat disampaikan menyusul munculnya rencana perdamaian bernama “Perjanjian Abad Ini” yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump. Dalam rencana perdamaian itu, AS mendorong berdirinya negara Palestina, namun berada di wilayah Israel dan tanpa dilengkapi kekuatan militer. Palestina menolak mentah-mentah rencana tersebut.
Sikap protes juga datang dari Uni Emirat Arab (UEA) yang tegas menentang aneksasi yang dilakukan Israel di Tepi Barat, Palestina. Demikian disampaikan oleh Menteri Luar Negeri UEA Anwar Gargash pada Rabu (17/6).
“UEA jelas menentang pencaplokan yang diusulkan oleh pemerintah Israel saat ini,” tegas Gargash dalam konferensi virtual bersama Komite Yahudi Amerika, melansir Al-Arabiya.
“UEA saat ini adalah bagian dari konsensus Arab yang pada dasarnya melihat solusi konflik Israel-Palestina sebagai solusi dua negara,” lanjut dia.
“UEA juga ingin melihat kelanjutan negosiasi Palestina-Israel,” imbuh Gargash.
Pernyataan Gargash mengulangi cuitannya di Twitter dua minggu lalu, yang menyerukan agar Israel menghentikan rencananya untuk mencaplok tanah Palestina.
“Setiap langkah Israel unilateral akan menjadi kemunduran serius bagi proses perdamaian, melemahkan penentuan nasib sendiri Palestina dan merupakan penolakan terhadap konsensus internasional dan Arab terhadap stabilitas dan perdamaian,” tulis Gargash pada 1 Juni lalu.
Sebelumnya Duta Besar UEA untuk Washington Youssef Al Otaiba mengatakan Israel tidak bisa berharap untuk menormalkan hubungan dengan dunia Arab, jika mereka mendorong maju dengan rencana aneksasinya.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam op-ed untuk harian terlaris Israel, Yedioth Ahronoth, yang diterbitkan dalam bahasa Ibrani.
Otaiba menyebut langkah potensial itu sebagai “pengambilalihan ilegal” tanah yang orang Palestina cari sebagai negara.
Sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berjanji untuk melampirkan bagian dari Tepi Barat yang diduduki, dan Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz telah mendesak militer untuk mempercepat persiapan untuk aneksasi yang direncanakan berlangsung mulai Juli.
Gargash juga membahas bantuan terbaru UEA yang dikirim ke Palestina melalui Israel. Etihad Airways milik Abu Dhabi mengoperasikan dua penerbangan yang membawa bantuan medis ke Palestina pada 19 Mei dan 9 Juni.
“Kami tidak memiliki hubungan dengan Israel, tetapi kami telah mengakui bahwa ini adalah area di mana kami perlu bekerja sama karena ini adalah yang menyentuh manusia,” tandas Gargash. (ATN)
Discussion about this post