ASIATODAY.ID, JAKARTA – PT Bank HSBC Indonesia menilai perekonomian global tahun ini masih akan menghadapi sejumlah tantangan.
Namun, perekonomian Asia mulai pulih dan Indonesia akan mendapatkan manfaat dari perkembangan new economy dan industri hijau.
Di acara tahunan HSBC Wealth Outlook bertajuk ‘Raih Dunia Penuh Peluang di 2022-The Year of Great Reset’, HSBC Indonesia melihat outlook positif pada investasi hijau dengan metrik Environmental, Social, and Governance (ESG). Contohnya ada di sektor kendaraan listrik dan pembangkit listrik berkelanjutan.
HSBC Indonesia juga menilai ada sejumlah tantangan karena pandemi masih berlangsung sehingga pertumbuhan perekonomian global tahun ini diperkirakan melambat ke level 4,1 persen dari realisasi tahun lalu 5,7 persen.
Secara regional, perekonomian Asia masih prospektif dengan perkiraan pertumbuhan 4,8 persen di tahun ini, ditopang kuatnya permintaan domestik.
Di Asia Tenggara, Singapura akan mendapatkan manfaat dari pemulihan ekonomi global, sementara pasar saham Indonesia akan mendapatkan manfaat dari perkembangan industri hijau yang ditopang oleh industri bahan baku.
Presiden Direktur HSBC Indonesia Francois De Maricourt mengatakan perekonomian dunia saat ini berada dalam the great reset. Artinya, para pembuat kebijakan dan praktisi ekonomi berkolaborasi dalam menentukan arah baru perekonomian yang sangat memperhatikan aspek berkelanjutan.
“Dalam hal ini, HSBC sudah menerapkan aspek berkelanjutan sebagai bagian dari portofolio investasi dalam mengelola risiko dan mencari peluang,” kata Francois, Jumat (25/2/2022).
Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Johnny G Plate mengatakan Indonesia bisa menjadi pusat ekonomi digital di Asia Tenggara.
Berdasarkan data konsultan global Kearney, konsumen digital di Indonesia mencapai 219 juta pada 2021 dengan potensi ekonomi digital dalam Gross Merchandise Value (GMV) ekonomi sebesar USD146 miliar pada 2024.
Potensi ini akan terus meningkat mencapai USD316 miliar pada 2030.
“Potensi ini bukan hanya dari perkotaan saja, namun sudah mulai bergeser dari kota metropolitan ke kota non metropolitan,” jelas Johnny.
Menurut Johnny, ekonomi digital di kota tier dua dan tier tiga yang merupakan kota slow adopter terhadap ekonomi digital bisa bertumbuh tiga kali lipat pada 2025 dan berkontribusi 30-50 persen terhadap keseluruhan ekonomi digital.
Dengan pertumbuhan tersebut, Johnny menyebutkan ada enam industri yang akan berkembang.
keenam indutri itu yakni e-commerce, healthtech, fintech lending, edutech, payment, serta ride and delivery.
“Industri fintech bahkan sangat mendukung keberlangsungan usaha pelaku UMKM dalam masa pandemi,” paparnya.
Demi menangkap peluang transformasi digital itu, Head of Wealth Development HSBC Indonesia Verawaty Zhao mengatakan, pasar saham masih menjadi prioritas portofolio investasi dengan return positif dan lebih tinggi dari obligasi. Hal ini ditopang oleh harapan adanya fase pertumbuhan setelah pandemi.
“Sektor teknologi akan terus unggul di tengah adopsi dunia pada gaya hidup berbasis digital yang memungkinkan masyarakat tetap maju di tengah ketidakpastian seperti pandemi saat ini,” jelas Verawaty.
Verawaty menambahkan, arus modal akan terus masuk ke pasar saham Indonesia seiring berkembangnya sektor teknologi.
Sejumlah rencana IPO perusahaan teknologi dalam 12 bulan ke depan menjadi katalis masuknya aliran dana asing lebih lanjut.
“Kesempatan investasi akan muncul di sektor yang berhubungan dengan transformasi digital seperti cloud computing, AI/Machine learning dan analytics, Internet of Things dan elektrifikasi, financial technology dan pembayaran digital, digital customer engagement serta 5G,” pungkas Verawaty. (ATN)
Discussion about this post