ASIATODAY.ID, JAKARTA – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan agar kebijakan impor pangan dievaluasi total karena mematikan petani lokal.
Menurut Kepala Negara, saat ini harga yang tidak kompetitif antara komoditas pangan lokal dengan komoditas impor membuat para petani berhenti menanam komoditas tersebut. Contohnya, kedelai dan bawang putih yang sebelumnya banyak ditanam oleh petani-petani dalam negeri.
“Kalau harga tidak kompetitif ya akan sulit kita bersaing. Sehingga, sekali lagi, ini harus dibangun dalam sebuah lahan yang sangat luas. Cari lahan yang cocok untuk kedelai, tapi jangan hanya 1-2 hektare, 10 hektare (tapi) 100 ribu hektare, 300 ribu hektare, 500 ribu hektare, 1 juta hektare,” ujarnya saat meresmikan Pembukaan Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian Tahun 2021, Senin (11/01/2021), di Istana Negara, Jakarta.
Jokowi mengungkapkan, pembangunan pertanian harus dilaksanakan dalam skala ekonomi yang lebih luas. Ini dapat dilakukan salah satunya dengan pengembangan kawasan lumbung pangan atau food estate.
Hal tersebut disampaikan oleh Presiden RI Joko Widodo saat meresmikan Pembukaan Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian Tahun 2021, Senin (11/01/2021), di Istana Negara, Jakarta.
“Kita harus membangun sebuah kawasan yang economic scale, tidak bisa kecil-kecil lagi. Oleh sebab itu, kenapa saya dorong food estate ini harus diselesaikan, paling tidak tahun ini yang di Sumatra Utara, yang di Kalimantan Tengah itu selesaikan,” ujar Presiden.
Ditegasnya, pembangunan pada sektor pertanian ini tidak dapat dilakuan dengan cara-cara yang konvensional, rutinitas, dan monoton, melainkan dengan menerapkan teknologi pertanian.
Pembangunan pertanian dengan skala yang lebih luas dan penerapan teknologi pertanian ini, merupakan jawaban untuk meningkatkan daya saing harga produk komoditas pangan lokal karena biaya produksi dapat menjadi lebih murah.
Untuk itu, Kepala Negara mendorong agar pengembangan lumbung pangan yang sedang dilakukan di Sumatra Utara dan Kalimantan Tengah dapat diselesaikan tahun ini untuk kemudian dievaluasi dan dijadikan contoh untuk daerah lainnya.
“Kita mau evaluasi problemnya apa, masalah lapangannya apa, teknologinya yang kurang apa. Ini akan menjadi contoh nanti kalau ini benar, bisa dijadikan contoh semua provinsi, sudah datang kopi saja, tapi memang dalam sebuah skala yang luas, economic scale,” tuturnya.
Pengembangan kawasan lumbung pangan ini, diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk lokal sekaligus menekan impor komoditas pangan yang selama ini dilakukan.
Presiden Jokowi juga meminta dilakukan evaluasi terhadap kebijakan di sektor pertanian, salah satunya adalah subsidi pupuk yang dinilai belum mampu berkontribusi signifikan pada peningkatan di sektor pertanian.
“Kalau tiap tahun kita mengeluarkan subsidi pupuk sebesar itu, kemudian tidak ada lompatan di sisi produksinya, ada yang salah, ada enggak benar di situ,” ujarnya.
Tambah Subsidi Pupuk
Kementerian Pertanian (Kementan) menambah alokasi pupuk bersubsidi tahun 2021, sehingga menjadi 9 juta ton plus 1,5 juta liter pupuk organik cair, sedangkan tahun 2020 alokasinya hanya 8,9 juta ton.
“Semoga lebih banyak petani yang bisa memperoleh pupuk bersubsidi. Pastinya petani yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi itu petani yang sudah tercatat di e-RDKK sesuai pengajuan yang diterima Kementan dari usulan pemerintah daerah,” ujar Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, Senin (11/01/2021).
Sebagai informasi, sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 49 Tahun 2020, pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani yang telah bergabung dalam kelompok tani yang menyusun Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK). Karena itu, Mentan menginstruksikan jajarannya untuk merapikan gerak lini di hilir subsidi pupuk.
“Tahun 2021 ini kita benar-benar awasi terutama lini tiga dan empat atau dari distributor ke agen, di kecamatan dan desa. Kalau bisa jalan di sini, ketersediaan pupuk bersubsidi terpenuhi,” terangnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementan, Sarwo Edhy menjelaskan, berdasarkan e-RDKK yang diatur Kelompok Tani, petani penerima pupuk bersubsidi adalah petani yang melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, dan peternakan dengan lahan paling luas dua hektare. Petani juga melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan pada perluasan areal tanam baru.
“Implementasi distribusi pupuk bersubsidi menggunakan Kartu Tani akan dilakukan secara bertahap. Namun untuk saat ini, belum semua daerah kita terapkan distribusi pupuk menggunakan Kartu Tani. Kita akan lakukan bertahap hingga Kartu Tani tersebar ke seluruh Indonesia sesuai dengan data penerima pupuk subsidi,” ujarnya
Sementara itu, Direktur Pupuk dan Pestisida, Kementan, Muhammad Hatta penyaluran melalui sistem e-RDKK dilakukan supaya penerima subsidi betul-betul tepat sasaran.
Penyusunan e-RDKK ini bersumber dari kelompok tani dan melalui sejumlah tahapan verifikasi sebelum ditentukan sebagai data penerima pupuk subsidi. Oleh karena itu, Hatta meminta petani agar memastikan sudah tergabung dalam kelompok tani dan terdaftar di e-RDKK untuk dapat pupuk bersubsidi.
“Jika di lapangan kami temukan kios yang mencoba menyulitkan petani dalam penebusan, maka kami tidak segan-segan akan mencabut izinnya,” tegas Hatta. (ATN)
Discussion about this post