ASIATODAY.ID, JAKARTA – Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) terus menggaungkan komoditi nikel sebagai sumber ekonomi baru. Pasalnya, selama ini Indonesia tidak mendapatkan hasil berarti dari mineral tersebut.
Jokowi pun akhirnya mengambil langkah tegas dan berani menghentikan ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah sejak 2020 dan mulai menggaungkan transformasi ekonomi melalui hilirisasi industri.
Menurut Jokowi, Indonesia tidak akan pernah mendapatkan nilai tambah dengan mengekspor bahan mentah.
“Kita sudah berpuluh-puluh tahun, bahkan beratus-ratus tahun kita selalu ekspor yang namanya bahan mentah. Sejak zaman VOC, kita sudah mengekspor bahan mentah sampai sekarang. Kita tidak mendapatkan nilai tambah,” kata Jokowi dalam Sidang Senat Terbuka dalam Dies Natalis ke-46 UNS di Surakarta, Jumat (11/3/2022).
Presiden Jokowi menjelaskan, 7 tahun lalu saat Indonesia masih rutin melakukan ekspor bahan mentah nikel, nilai ekonominya kira-kira mencapai USD1,5 miliar. Kemudian, sejak hadirnya hilirisasi dimana bahan mentah ini diolah setengah jadi atau menjadi produk jadi sebelum diekspor, nilai ekonominya menjadi USD20,8 miliar.
“Ini baru satu barang. Padahal kita memiliki bauksit, tembaga, timah, emas dan komoditas-komoditas perkebunan dan pertanian. Kalau ini satu per satu kita stop, akan muncul angka-angka yang sering saya sampaikan,” ujarnya.
Di lain sisi, hilirisasi tersebut tentunya dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia. Kementerian Keuangan juga bisa memungut pajak, PPh, PPn, bea ekspor, hingga PNBP.
Selain itu, investasi dalam negeri akan meningkat, dimana ada capital inflow yang memunculkan nilai tambah yang luar biasa. Barang-barang seperti kendaraan listrik, sodium, ion dan lainnya akan diproduksi di dalam negeri lantaran bahan bakunya dari Indonesia sudah dihentikan.
Menurut Jokowi, langkah tegas ini tidak lantas menjadikan Indonesia sebagai negara yang tertutup. Dalam G20 di Italia, Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia terbuka. Namun, Jokowi meminta agar industri yang ada separuhnya di bawa ke Indonesia. Ini bisa dilakukan melalui kerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta ataupun secara mandiri, asalkan di Indonesia.
“Enak banget kita setorin mereka bahan bakunya. Nilai tambahnya bisa sampai 14-20 kali lipat daripada kita hanya setor material. Pajak mereka yang dapat, pembukaan lapangan kerja mereka yang dapat, terus kita dapat apa?” ujarnya. (ATN)
Discussion about this post