ASIATODAY.ID, JAKARTA – Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) menegaskan siap untuk melawan China jika menggugat larangan ekspor bauksit.
Jokowi menegaskan hal itu di hadapan simpatisannya Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) saat memperingati 1 dekade hari jadi kelompok relawan itu yang digelar di Hotel Salak, Bogor, Minggu (18/6/2023).
“Ini bauksit kita ini digugat lagi? Ga tahu, yang gugat mungkin dari China, mungkin, karena ekspor kita banyak ke sana, gugat ya kita hadapi kita jangan kayak negara kecil begitu loh, Indonesia itu negara besar,” tegas Jokowi yang disambut tepuk tangan pendukungnya.
Menurut Jokowi, komitmen itu perlu disampaikan di tengah konsentrasi pemerintah untuk membangun industri hilir baterai hingga kendaraan listrik yang terintegrasi saat ini. Apalagi, moratorium ekspor bijih nikel yang efektif Januari 2020 itu belakangan sudah berhasil mengerek investasi yang lebih intensif pada smelter turunan bahan baku baterai listrik selama dua tahun terakhir.
“Kita bayangin kita punya industri kendaraan listrik gede banget ini gugat baru awal, kita baru siapkan industri katoda, prekursor, industri HPAL, lithium baterainya mungkin selesai di 2027 insyallah 2028 tapi ini harus dicek betul,” kata dia.
Di sisi lain, Jokowi berharap, masyarakat dapat memilih pemimpin yang tepat saat pemilihan presiden (Pilpres) tahun depan. Selain kebijakan hilirisasi mineral tersebut, menurut dia, geopolitik dunia makin sulit ditebak di tengah krisis saat ini.
“Nyetop-nyetop [ekspor mineral] itu juga butuh nyali, kita baru setop nikel saja sudah digugat sama Uni Eropa, kalah lagi kita tahun lalu, kita banding,” kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mendorong kebijakan wajib pasok dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) komoditas olahan bauksit, smelter grade alumina (SGA) untuk menopang industri aluminium nasional selepas moratorium ekspor bahan mentah mineral pada 10 Juni 2023.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, kebijakan wajib pasok SGA itu diharapkan dapat mendorong investasi lanjutan pada pabrik pengolahan aluminium di dalam negeri.
“Pengembangan produk smelter grade alumina ke industri aluminium seperti aluminium sheet, aluminium bar, align aluminium sheet untuk pabrik mobil dan kontruksi,” kata Arifin saat rapat kerja bersama dengan Komisi VII, Rabu (24/5/2023).
Rencana kebijakan DMO itu menjadi bagian strategis dari peta jalan pengembangan ekosistem industri pengolahan mineral di dalam negeri selepas terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 yang mengatur ihwal pertambangan serta hilirisasi mineral dan batu bara.
Selepas moratorium ekspor bauksit 10 Juni 2023, pemerintah mengidentifikasi kapasitas input empat smelter yang sudah beroperasi komersial di dalam negeri sebanyak 13,88 juta ton, dengan kapasitas produksi SGA mencapai 4,3 juta ton.
Adapun, keempat smelter yang beroperasi saat ini, di antaranya PT Well Harvest Winning Alumina Refinery, Ketapang, dengan kapasitas produksi SGA mencapai 1 juta ton. Lalu, smelter PT Well Harvest Winning Alumina Refinery hasil ekspansi yang menambah kapasitas produksi SGA perusahaan sebanyak 1 juta ton.
Smelter yang sudah beroperasi ketiga milik PT Indonesia Chemical Alumina, Tayan, dengan kapasitas produksi chemical grade alumina (CGA) mencapai 300.000 ton. Selanjutnya, smelter keempat milik PT Bintan Alumina Indonesia, Bintan, dengan kapasitas produksi SGA sebesar 2 juta ton.
Kementerian ESDM mencatat bakal ada pengurangan ekspor bauksit sampai dengan 8,09 juta ton selepas periode moratorium nanti. Volume ekspor bauksit tertahan itu mencapai US$288,52 juta setara dengan Rp4,31 triliun.
Pada 2024, terdapat bauksit yang tidak diserap dalam negeri sebesar 13,86 juta ton setara dengan nilai ekspor kurang lebih US$494,6 juta atau Rp7,39 triliun. Konsekuensinya, penerimaan negara dari royalti bauksit bakal terkoreksi US$49,6 juta setara dengan Rp741,27 miliar.
“Namun dari fasilitas pemurnian yang telah beroperasi, terdapat nilai tambah bijih bauksit sebesar US$1,9 miliar [Rp28,39 triliun] sehingga pemerintah masih mendapatkan manfaat bersih sebesar US$1,5 miliar [Rp22,41 triliun] dan lapangan pekerjaan untuk 7.627 orang,” kata Arifin.
Saat ini, masih terdapat delapan smelter dalam proses pembangunan dengan kapasitas input bauksit keseluruhan mencapai 27,41 ton dan kapasitas produksi alumina sebesar 9,98 juta ton.
Hanya saja, Indonesia baru memiliki satu pabrikan aluminium milik PT Indonesia Asahan Aluminium atau Inalum, Kuala Tanjung, dengan kapasitas input alumina sekitar 500.000 ton setiap tahunnya.
Sementara kemampuan produksi Inalum untuk aluminium ingot berada di batas atas 225.000 ton, aluminium alloy dengan kapasitas 90.000 ton, dan aluminium billet dengan kemampuan produksi 30.000 ton. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post