ASIATODAY.ID, TUBAN – Dalam kunjungan kerjanya ke Provinsi Jawa Timur (Jatim), Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban. Kawasan TPPI akan dikembangkan menjadi industri petrokimia nasional yang menghasilkan beragam produk turunan petrokimia dan produk Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Ini adalah merupakan salah satu kilang yang terbesar di negara kita, yang dapat menghasilkan produk aromatik, baik para-xylene, ortho-xylene, bensin, toluene, heavy aromatic, maupun penghasil BBM, premium, pertamax, elpiji, solar, dan kerosene. Ini bisa untuk semuanya,” kata Presiden Jokowi, dalam keterangan tertulis setkab, Sabtu (21/12/2019).
Melihat besarnya potensi kilang tersebut, Presiden langsung menyampaikan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, dan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama untuk segera menyelesaikan kilang tersebut.
Terlebih, Presiden menilai, dirinya telah cukup lama menunggu penyelesaian kilang tersebut. “Oleh sebab itu, tadi saya sampaikan kepada Menteri BUMN, Dirut Pertamina, dan Komut Pertamina agar tidak lebih dari tiga tahun, harus rampung semuanya. Mintanya tadi empat tahun, tapi tiga tahun harus rampung semuanya,” ucapnya.
“Entah itu dengan kerja sama, entah itu dengan kekuatan sendiri. Saya kira ada pilihan-pilihan yang bisa diputuskan segera. Tapi saya minta nanti di Januari sudah ada kejelasan mengenai ini karena ini saya tunggu sudah lima tahun,” tambah Jokowi.
Kilang TPPI sudah dibangun sejak lebih dari dua dekade lalu. Namun tersendat karena beberapa masalah. Setelah TPPI diakuisisi, Pertamina akan membangun TPPI menjadi pabrik petrokimia terpadu. Apabila telah berproduksi secara penuh, kata Presiden, TPPI memiliki potensi yang bisa menghemat devisa hingga USD4,9 miliar atau sekitar Rp56 triliun.
“Ini kalau bisa nanti produksinya sudah maksimal bisa menghemat devisa USD4,9 miliar. Besar sekali. Kurang lebih Rp56 triliun. Ini merupakan substitusi. Karena setiap tahun kita impor, impor, dan impor. Padahal kita bisa buat sendiri, tapi tidak kita lakukan,” imbuhnya.
Dalam berbagai kesempatan seperti rapat terbatas, rapat paripurna, hingga rapat dengan kepala daerah, Jokowi berulang kali menyampaikan pentingnya substitusi produk-produk impor, salah satunya petrokimia. Ia berharap setelah berproduksi maksimal, industri petrokimia ini dapat membantu menyelesaikan masalah defisit transaksi berjalan yang dialami Indonesia.
“Sehingga kita harapkan kalau ini benar-benar bisa berproduksi maksimal, yang namanya current account deficit, neraca kita akan menjadi jauh lebih baik. Ini salah satu kuncinya ada di sini. Artinya apa? Ini menyelesaikan masalah, menyelesaikan persoalan dari agenda besar negara ini yang sudah puluhan tahun enggak rampung-rampung,” ungkapnya.
Terkait kepemilikan saham, setelah restrukturisasi Pertamina memegang saham mayoritas sebesar 51 persen. Sementara 47 persen saham dipegang oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan. Adapun dua persen sisanya masih dipegang pemilik lama yaitu PT Silakencana Tirtalestari.
“Ya masih dua persen tapi akan segera kita selesaikan. Januari yang saya bilang tadi. Januari harus rampung,” tegasnya.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyatakan peluang pasar bisnis petrokimia di Indonesia sekitar Rp40 triliun-Rp50 triliun per tahun. Selain itu, bisnis petrokimia mempunyai margin lebih tinggi dibandingkan dengan BBM.
“Pembangunan komplek industri Petrokimia akan lebih menjamin keberlanjutan bisnis Pertamina karena sesuai dengan tren bisnis masa depan,” ujar Nicke.
Pembangunan industri petrokimia, lanjut Nicke, juga akan lebih efisien karena diintegrasikan dengan kilang, sehingga produk samping petrokimia dapat dimanfaatkan kembali oleh kilang baik untuk bahan bakar kilang itu sendiri maupun dapat menjadi produk BBM.
“Infrastruktur penunjang dan utilitas dapat juga dimanfaatkan secara bersama-sama dengan menurunkan biaya energi hingga 10 persen dan biaya personel turun 10 persen sehingga biaya operasional turun sampai 15 persen,” pungkas Nicke. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post