ASIATODAY.ID, BANGKOK – Kekuasaan monarki di Thailand kini di ujung tanduk.
Partai oposisi terbesar di Thailand mendesak Perdana Menteri Prayuth Chan-o-cha untuk mengundurkan diri. Seruan disampaikan ketika parlemen membuka sesi khusus yang digelar perdana menteri untuk membahas protes.
“Perdana menteri adalah penghalang dan beban utama bagi negara. Mohon mundur dan semuanya akan berakhir dengan baik,” kata pemimpin partai oposisi Pheu Thai, Simping Amornvivat, dilansir dari CNA, Senin (26/10/2020).
Demonstrasi yang dipimpin mahasiswa yang awalnya menuntut pengunduran diri Prayuth dan konstitusi baru semakin mengalihkan perhatian mereka ke monarki. Mereka menyerukan reformasi untuk mengekang kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn.
Prayuth mengadakan sesi sidang parlemen pekan ini setelah memberlakukan tindakan darurat 15 Oktober lalu untuk mengakhiri demonstrasi. Tindakannya hanya mengobarkan kemarahan dan membawa puluhan ribu orang ke jalan-jalan Bangkok.
“Saya yakin hari ini, terlepas dari perbedaan pandangan politik kita, semua orang masih mencintai negara ini,” kata Prayuth dalam pidatonya.
Namun, lawan dan pemimpin protes skeptis sesi parlemen akan menyelesaikan krisis. Para pendukungnya memiliki mayoritas di parlemen yang seluruh majelis tinggi dipilih oleh bekas pemerintahan militernya.
Prayuth menjadi perdana menteri sejak menggulingkan pemimpin sebelumnya, Yingluck Shinawatra, saudara perempuan dari Thaksin Shinawatra, pada 2014 silam.
Para pengunjuk rasa menuduh Prayuth merekayasa pemilu tahun lalu untuk menjaga cengkraman militer pada kekuasaannya. Namun, menurut Prayuth, pemilu tahun lalu sangat adil. (ATN)
Discussion about this post